SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, BOYOLALI — Minggu (3/3/2019) pagi itu di Dusun Jayan, Desa Senting, Sambi, Boyolali, sekitar 37 anak berkumpul di salah satu halaman rumah warga. Sepetak tanah kosong berukuran kurang lebih 4 meter x 3 meter disulap menjadi arena bermain anak-anak.

Di sana, permainan ular tangga berukuran raksasa dibentangkan. Tak seperti lazimnya ular tangga yang dibuat dari kertas karton, kali ini permainan tersebut dibuat dengan MMT bekas berukuran besar.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pemainnya bukan lagi bidak, namun anak-anak setempat. Puluhan anak mengantre mendapatkan giliran melempar dadu, salah satunya Nayla Bening Cahyaningrum. Bocah 9 tahun itu lincah melompat di antara kotak-kotak kecil dalam permainan tersebut.

Jumlah kotak yang dia lompati sesuai angka pada bagian atas dadu yang dia lempar. Kawan-kawannya yang menyaksikan akan bersorak jika Nayla menginjak kotak bergambar ular.

Itu artinya giliran bermain harus diserahkan pada rekannya yang lain. Ular yang berarti turun juga menandakan langkah Nayla mencapai garis finis makin jauh.

Pagi makin lengkap dengan sepiring nasi hangat dan senampan gudangan, ditambah kerupuk dan teh hangat. Makanan tradisional memang menjadi santapan wajib bersama anak-anak selepas bermain.

Hari itu acara bermain bersama dimotori Mumpung Jadi Mahasiswa (MJM), komunitas yang bergerak di bidang sosial masyarakat di Kota Bengawan. Bermain bersama di akhir pekan memang rutin digelar Karang Taruna desa setempat yang juga menjadi penggerak Taman Bacaan Panggon Sinau.

“Ini sebagai program berkelanjutan menjadi desa wisata ramah anak,” ujar Pegiat Karang Taruna, Parmin, ketika kepada Solopos.com, di sela-sela acara.

Permainan tradisional sengaja dipilih untuk menumbuhkan rasa saling memiliki di antara anak-anak. Peraturan lainnya adalah tak ada gawai jika sedang bermain.

“Sebabnya gawai akan mengurangi interaksi antaranak, padahal mereka ini kan tetangga di desa, ada waktu untuk bermain bersama,” kata dia.

Parmin tak memungkiri phubbing (istilah untuk menggambarkan sikap acuh tak acuh seseorang terhadap lingkungan sekitar karena terlalu sibuk dengan gadget) kini tak hanya menjangkiti anak-anak di kota besar.

Akses gawai yang makin mudah serta lebih beragamnya konten media sosial menjadikan kecenderungan anak kini mulai bergeser. Latar belakang itulah yang membuat warga Dusun Jayan kini aktif menggenjot konsep wisata ramah anak.

Caranya dengan menyediakan ruang bermain yang dekat dengan alam serta edukatif bagi anak-anak. Gerakan ini dilakukan secara mandiri dengan melibatkan seluruh warga desa.

Konsep kampung wisata ramah anak ini tercetus sejak diselenggarakannya Festival Waduk Cengklik untuk kali pertama tiga tahun lalu. “Agar program berlanjut tiap akhir pekan diadakan kegiatan bersama anak-anak dan juga pihak-pihak luar desa,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya