SOLOPOS.COM - LOMBA MURAL-Peserta lomba mural menyelesaikan karyanya di kompleks Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Minggu (16/10). Kegiatan yang diikuti kuranglebih 20 peserta itu merupakan rangkaian peyelenggaraan Festival Kesenian Indonesia (FKI) VII. (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

(Solopos.com) – “Kekayaan budaya di Indonesia itu sangat banyak. Sayang, hanya sedikit yang bisa terekspos,” begitu tutur Fauzan Musaad, 26, mahasiswa Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Minggu ()16/10/2011). Dia berkisah soal latar belakang mural atau lukisan dinding bikinannya yang menghiasi dinding Institut Seni Indonesia (ISI) Solo.

LOMBA MURAL--Peserta lomba mural menyelesaikan karyanya di kompleks Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Minggu (16/10/2011). (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bersama empat mahasiswa IKJ lain, ia memotret kegelisahan tentang budaya yang terpinggirkan lewat goresan cat tembok. Sejumlah daerah seperti Mentawai, Nias dan Wakatobi tampak tertulis dalam mural bertajuk Suara yang Terlupakan itu. “Nama daerah yang tertulis di situ adalah simbol kekayaan budaya yang belum banyak tergali. Sudah selayaknya pemerintah mengangkat budaya itu agar sejajar dengan budaya lain seperti Jawa,” bebernya.

Fauzan cs adalah salah satu delegasi peserta Lomba Mural dalam rangkaian Festival Kesenian Indonesia (FKI) VII. Sejak akhir pekan lalu ia beserta enam delegasi perguruan tinggi seni lain berkreasi di dinding tembok ISI sekitar gedung rektorat. Lomba ini juga dimeriahkan peserta umum yang terdiri dari mahasiswa, pelajar SMP dan SMA.

Dengan media tripleks berukuran 3 meter kali 1,5 meter, mereka turut mencurahkan ide dan semangat keindonesiaan mereka. Karya bertajuk 100% Merdeka salah satunya. Dua mahasiswa Seni Rupa Murni Universitas Sebelas Maret (UNS), Sugeng Wijayanto, 20, dan Rais Zakaria, 22, mencoba mengangkat keramahan Indonesia dalam sapuan cat akrilik. Di karya itu, keramahan Indonesia digambarkan lewat sesungging senyum yang muncul dari kardus berbendera Indonesia. “Selain memiliki keanekaragaman budaya, Indonesia menawarkan keramahtamahan yang jarang ditemui di negeri lain. Pesan itu yang coba kami potret,” kata Sugeng.

Di samping potret keindonesiaan, ajakan untuk memahami keragaman sejak dini juga banyak terekam dalam karya peserta. Seperti halnya karya Akari dkk bertajuk Perilaku Positif untuk Indonesia Kreatif. Dalam karya mural tiga dimensi itu, Akari dkk menggambarkan sesosok siswa SD yang sedang menyangga simbol budaya seperti Candi Borobudur dan leak Bali.

Karya yang cukup unik muncul dari delegasi Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya. Dalam mural bertajuk Anak Kota itu, pengunjung hanya bisa melihat abstraksi bentuk tubuh manusia di tengah cipratan warna-warni cat tembok. “Bagi kami, goresan cat warna-warni itu sudah menggambarkan keragaman. Tak perlu digambarkan secara gamblang,” ujar salah satu kreator, Mat, 23, yang mengaku pernah diprotes panitia akibat karyanya itu.

Koordinator Mural FKI, Imam Madi, mengatakan Lomba Mural kali ini diikuti sekitar 20 kelompok yang terdiri atas delegasi FKI maupun umum. Sebelum menghelat lomba, pihaknya telah mengadakan workshop tentang mural yang diikuti pelajar SMA. “Saat ini, media berekspresi bisa melalui apa saja, salah satunya dinding tembok. Adanya pengetahuan dan lomba mural diharapkan bisa mengurangi aksi vandalisme di kalangan anak muda,” ujar Imam.

Chrisna Chanis Cara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya