Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Anak-anak tampak tak canggung ketika diminta duduk bersimpuh, membasuh dan mengelap kaki kemudian mencium pipi kanan dan pipi kiri ibu mereka. Sebaliknya, raut haru dan bangga terpancar di wajah para ibu yang juga bersanggul dan berkebaya lengkap itu. Acara membasuh kaki kemudian menjadi ajang bertukar pelukan hangat dan ucapan doa dari ibu untuk anak, begitu pula sebaliknya.
Kepada Solopos.com, salah seorang ibu, Ceplis Sutarni, 38, mengaku bangga karena Cakra, 4,5, putranya lancar menjalani prosesi basuh kaki. Menurut Ceplis, membasuh kaki ibu tidak semata-mata menunjukkan superioritas orang tua kepada anak. Kegiatan tersebut dinilainya dapat mengajarkan kearifan budaya lokal tentang kerukunan orang tua-anak yang perlu diajarkan kepada anak sejak dini. “Jadi, momen dimana orang tua dan anak-anak sama-sama seleh tidak hanya ditemukan saat hari raya atau menjelang pernikahan saja. Kesadaran ini harus terus dijaga oleh anak maupun orang tua,terutama ibu yang setiap hari mendampingi anak-anak,” paparnya.
Hal senada juga diungkapkan Kepala TK Kemala Bhayangkari 58, Muhri Syahid yang memprakarsai kegiatan pada Senin pagi. Membasuh kaki ibu, menurutnya adalah perlambang sambung rasa antara orang tua dengan anak. Melalui sambung rasa, para orang tua diharapkan menyadari peran sebagai pembimbing, bukan melulu sentral kekuatan atas anak-anak. “Biarkan anak-anak tumbuh sesuai kreativitas masing-masing. Jika ada kesalahan, kuncinya ya saling menyambung rasa dan berkomunikasi,” imbuh Muhri.
Seusai membasuh kaki ibu, anak-anak yang sudah terlihat tampan dan cantik dengan pakaian adat di badan itu pun mulai berlanggak-lenggok di atas panggung sekolah. Mereka memakai lurik, beskap-blangkon, pakaian pengantin Solo Putri hingga berkemben khas Bali. Selain membasuh kaki ibu dan lomba keluwesan berbusana anak, peringatan hari Kartini TK Kemala Bhayangkari 58, juga dimeriahkan penampilan wali murid yang menyumbangkan lagu serta bermain musik.