SOLOPOS.COM - Asap dan abu vulkanik menyembur dari kawah Gunung Agung di Desa Datah, Karangasem, Bali, Senin (27/11/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Nyoman Budhiana).

Letusan Gunung Agung mulai melontarkan batu panas yang pernah terjadi dalam letusan pada 1963.

Solopos.com, JAKARTA — Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani menyatakan, gempa tremor dan letusan paling besar dari aktivitas Gunung Agung baru saja terjadi, Selasa (28/11/2017) siang sekitar pukul 13.40 WITA.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dibandingkan dengan erupsi sejak ditetapkan status Awas kemarin, kata Kasbani, siang ini gempa tremor yang diikuti letusan di puncak gunung semakin meningkat.

“Barusan semakin tinggi. Ada gempa tremor dan letusan yang sangat besar. Pada letusan-letusan sebelumnya belum ada lontaran batu,” kata Kasbani saat dihubungi Anadolu Agency, Selasa, yang dikutip oleh Suara.com.

Dia menambahkan, secara kasat letusan terbesar itu memang tidak terlihat. Hal itu disebabkan kondisi puncak Gunung Agung yang sedang berawan.

“Tetapi di daerah Kubu Desa Dukuh yang berjarak 4 kilometer sudah ada lontaran batu. Dan dari pemantauan kami, gempa tremor yang terakhir itu mentok semua [over scale],” imbuh Kasbani.

Dalam keterangan tertulis yang dipublikasikan laman magma.vsi.esdm.go.id, Senin (27/11/2017), Kasbani mengungkapkan lontaran batu berpotensi terjadi dalam letusan Gunung Agung. Pada letusan 1963, Gunung Agung mengeluarkan lontaran piroklastik alias born vulkanik atau batu panas, hujan abu, aliran piroklastika, aliran lava, hingga banjir lahar.

Jika terjadi erupsi, kata Kasbani, potensi bahaya utama yang dapat terjadi dalam radius 8 km adalah jatuhan batu piroklastik dengan ukuran sama atau lebih besar dari 6 cm.

“Hasil pemodelan potensi sebaran hujan abu menunjukkan bahwa jika terjadi erupsi saat ini dengan asumsi indeks eksplosivitas erupsi VEI Ill maka sektor barat, barat laut dan utara dari Gunung Agung adalah sektor yang paling terancam. Sektor tersebut berpotensi terlanda hujan abu lebat dengan ketebalan maksimum mencapai 1,6 meter [hingga radius 15 km dari puncak] dan ketebalan maksimum 0,4 meter [hingga radius 30 km dari puncak],” kata dia.

Sedangkan sebaran abu vulkanik di udara berpotensi lebih luas, dan dapat mengganggu penerbangan dari dan ke Bali, Lombok, Surabaya, dan Banyuwangi. Namun mengenai potensi gangguan abu vulkanik di udara sangat tergantung arah dan kecepatan angin.

Sedangkan aliran piroklastik (awan panas) bisa muncul jika erupsi pembuka memiliki volume erupsi 5 juta m3. Awan panas berpotensi meluncur ke sektor utara-timur laut, tenggara, dan selatan-barat daya dengan jangkauan sekitar 10 km dalam waktu kurang dari 3 menit.

Namun jika volume erupsi melebihi 10 juta m3, maka aliran piroklastika dapat berpotensi meluncur ke sektor utara-timur laut, tenggara,
dan selatan-barat daya dengan jangkauan melebihi 10 km. Oleh karena itu, ke depan PVMBG dapat mengubah rekomendasi gunungapi sesuai dengan perkembangan data pemantauan terbaru.

“Ancaman bahaya aliran piroklastik [awan panas] tersebut di atas maupun aliran lava utamanya berada pada sektor utara lereng Gunung Agung terutama di daerah aliran Sungai Tukad Tulamben, Tukad Daya, Tukad Celagi yang berhulu di area bukaan kawah, pada sektor Tenggara terutama di daerah aliran Sungai Tukad Bumbung, dan pada sektor Selatan-Baratdaya terutama di daerah Pati, Tukad Panglan, dan Tukad Jabah.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya