SOLOPOS.COM - Lempok khas Kedungjati, Kabupaten Grobogan (Sumber: Facebook.com/Grobogan Corner)

Solopos.com, GROBOGAN — Lempok adalah makanan khas Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah yang mirip dengan menu pecel pada umumnya. Makan terdiri dari lontong atau olahan nasi, sayuran urap, sambal kelapa dan sambal kacang. Makanan ini biasanya dijadikan sebagai menu sarapan pagi.

Makanan ini paling banyak ditemui di Kecamatan Kedungjati. Hal yang membedakan sajian ini dengan pecel pada umumnya adalah bentuk lontongnya yang pipih dan dalam satu bungkus biasanya dibuat bertumpuk atau berlapis dua atau lebih. Selain itu, isian Lempok selain lontong adalah sayur urapnya yang tidak ada di menu pecel pada umumnya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Salah satu penjual Lempok di Kecamatan Kedungjati adalah Sularsih. Berdasarkan pantauan Solopos.com di kanal Youtube, Jumat (8/4/2022), Sularsih yang usianya sudah 60 tahun ini mengaku sudah berjualan Lempok sejak 1990. Dia adalah generasi kedua yang menjual Lempok ini. Sebelumnya, ibu dari Sularsih yang memulai berjualan, hingga kemudian digantikan oleh Sularsih.

Baca juga: Jepara Ourland Park Wisata Termegah di Jawa Tengah, Ada Istana Aladin

Untung Besar di Masa Pandemi

Sebelum berjualan Lempok, melanjutkan usaha ibunya, Sularsih berjualan es batu, lontong dan aneka gorengan di rumahnya. Saat itu karena kampungnya belum ada listrik, sehingga es batu jualannya laris. Saat sudah ada listrik, jualan es batu Sularsih sedikit menurun karena warga kampung sudah banyak yang mempunyai lemari pendingin.

Sejak saat itu, dia akhirnya berjualan ke pasar sambil menjual Lempok, menggantikan ibunya yang sudah tua. Saat pandemi Covid-19 merebak, jualan Lempok Sularsih justru meningkat drastis karena banyaknya kegiatan jaga malam di kampung. Warga yang ikut jaga malam biasanya membeli Lempok milik Sularsih untuk mengganjal perut lapar di malam hari.

Sebelumnya, Sularsih berjualan Lempok hanya di pagi hari di pasar. Dia bangun sekitar sibuh untuk mengolah Lempok dan mulai berjualan pada  jam 7.30 WIB di pasar. Namun semenjak pandemi, dia juga berjualan di malam hari karena banyaknya permintaan warga di kampung. Secara keuntungan, Sularsih mengaku justru selama pandemi, dia meraup keuntungan lebih besar.

Baca juga: Desa Tenggelam di Indonesia, Nomor 1 di Demak

Masa-Masa Sulit Berjualan Lempok

Sularsih juga mengaku bahwa awalnya dia mengalami kesusahan untuk berjualan, khususnya saat harus membeli beras sebanyak satu kilo namun dengan melihat penjualannya yang tinggi, saat ini Sularsih tidak merasa kesulitan lagi. Dia justru bahagia bisa terus berjualan Lempok.

Dalam membuat Lempok, Sularsih masih menggunakan kayu bakar. Alasannya, Lempok lebih terasa sedap jika dimasak dengan menggunakan kayu bakar. Selain itu, untuk membungkus Lempok, Sularsih menggunakan daun jati yang sudah menjadi kekhasan dari Lempok.

Sularsih mengaku bahwa dulu pernah dia membungkus Lempok dengan bungkusan lain namun dikomplain oleh pembeli. Katanya rasanya jadi kurang enak. Oleh karena itu, Sularsih terus menggunakan daun jati untuk membungkus Lempok. Harga Lempok satu porsinya dibandrol Rp3000.

Baca Juga: Kacang Listrik Jepara, Nyetrum Enggak Ya?

Lempok ini akan lebih nikmat jika disantap dengan gorengan, seperti bakwan, tempe  mendoan atau aneka gorengan lainnya. Hingga sekarang, Sularsih mengolah Lempok ini sendirian karena kedua putrinya sudah berada di luar kota, mengikuti suami. Dia belum tahu bagaimana regenerasi usahanya ini kedepan, namun dia berserah saja karena hari depan tidak ada yang tahu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya