SOLOPOS.COM - Ilustrasi wisuda sarjana perguruan tinggi (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, JAKARTA — Lembaga pendidikan dituntut untuk tidak hanya berorientasi pada jumlah lulusan yang dihasilkan tapi harus mengacu berdasarkan angka pemanfaatan, baik dalam bentuk penyerapan pada sektor formal maupun dalam menciptakan usaha mandiri.

Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Kemenakertrans Reyna Usman mengatakan untuk menyiapkan lulusan siap kerja, lembaga pendidikan formal perlu mengubah orientasi dari sebelumnya hanya mengacu pada kuantitas lulusan, acuan harus ditambah dengan menghitung kualitas lulusan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Untuk memacu kualitas lulusan, lanjutnya, lembaga pendidikan bisa bekerja sama dengan lembaga sertifikasi yang menerbitkan sertifikat vokasional. “Jadi, para lulusan lembaga pendidikan itu siap kerja dengan mengantongi ijazah/sertifikat double degree, yakni ijazah dari lembaga pendidikan dan sertifikat vokasional dari lembaga sertifikasi,” kataya kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) di Jakarta, Minggu (26/8/2014).

Menurut Reyna, lemahnya sistem pendidikan di Tanah Air mengakibatkan belum meratanya tebaran tenaga kerja terampil dan terdidik yang akhirnya berisiko menghambat pembangunan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Harusnya, kata Reyna, tingginya realisasi investasi MP3EI untuk seluruh koridor harusnya mampu menyerap tenaga kerja secara masif di Tanah Air. “Namun fakta di lapangan, lulusan atau calon tenaga kerja masih belum matching dengan kebutuhan industri sehingga pola tebaran tenaga kerja masih tersentral di Jawa dan Sumatra. Alhasil, banyak posisi di kawasan lain yang diisi oleh tenaga kerja asing.”

Direktur Jenderal Pembinaan, Pelatihan dan Produktivitas Kemenakertrans Abdul Wahab Bangkona mengakui Indonesia masih kekurangan tenaga kerja berkualitas. “Selain bekerja sama dengan lembaga sertifikasi, untuk mempercepat penyerapan dan pemerataan tebaran tenaga kerja, lembaga pendidikan harus mampu memanfaatkan program magang dan balai latihan kerja [BLK] yang tersebar di seluruh Tanah Air,” tambahnya.

Wakil Ketua Komite Tetap Penempatan Tenaga Kerja dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Iftida Yasar mengatakan kurikulum pendidikan di Indonesia harus segera dibenahi dengan mengacu pertumbuhan ekonomi.

Saat ini, menurutnya, belum banyak kurikulum yang mengacu pada penyiapan tenaga kerja. Salah satunya, belum banyak lembaga pendidikan formal yang mengimplementasikan etos dan disiplin kerja dalam dunia pendidikan.
“Banyak buruh mengenal etos dan disiplin kerja di lingkungan perusahaan. Padahal, etos dan disiplin kerja sudah harus ditanamkan sejak calon tenaga kerja masih mengenyam pendidikan di sekolah formal.”

Langkah selanjutnya, untuk me-matching-kan pasar kerja dan potensi sumber daya manusia, Kemenakertrans mendorong pemerintah daerah untuk ikut serta menyusun pemetaan ketersediaan tenaga kerja. “Pemerintah daerah harus berperan aktif memetakan kebutuhan pasar kerja dan tenaga kerja untuk memudahkan pengembangan daerah potensial. Ini sangat penting dilakukan untuk menekan angka pengangguran terbuka yang saat ini berjumlah 7,38 juta penganggur,” kata Muchtar Luthfi, Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya