SOLOPOS.COM - Leila S. Chudori di Griya Solopos, Minggu (28/1/2018). (Rizal Fikri/JIBI/Solopos.com)

Penulis Leila S. Chudori berkunjung ke Griya Solopos, Minggu (28/1/2018).

Solopos.com, SOLO — Penulis novel Laut Bercerita, Leila S. Chudori, 55, menyempatkan diri berkunjung ke Griya Solopos, Minggu (28/1/2018). Selain membahas tentang book tour-nya di Kota Solo, Leila sempat menjelaskan pandangannya tentang film-film Indonesia.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Laut Bercerita merupakan novel terbaru karya Leila yang terbit pada 23 Oktober 2017. Mengangkat latar waktu dan situasi konflik 1998, novel tersebut mengisahkan tentang mahasiswa bernama Biru Laut yang hilang diculik bersama tiga temannya.

Proses riset untuk Laut Bercerita dimulai tahun 2013, menulis ceritanya dilakukan pada 2016 hingga 2017. “Riset dimulai setelah menerbitkan novel pertama pada 2013. Setelah itu proses penulisan mulai 2016 hingga 2017,” jelas Leila.

Ekspedisi Mudik 2024

Selain karya sastra, film menjadi produk budaya yang menarik perhatian Leila. Ia menjadi penulis skenario mini seri televisi berjudul Dunia Tanpa Koma yang diputar di RCTI pada 2006. Mini seri yang terdiri dari 14 episode itu dibintangi Dian Sastrowardoyo dan Tora Sudiro.

Dunia Tanpa Koma memenangkan kategori TV Seri Terbaik dalam Festival Film Bandung 2007. Pada 2008, Leila menulis skenario film pendek Drupadi. Dalam proyek Drupadi, Leila berkolaborasi dengan Riri Riza dan Mira Lesmana.

Selain berkarier di ranah produksi film, Leila juga aktif menulis resensi film. Dia menyebut resensi boleh-boleh saja subjektif, memuji-muji atau menjelek-jelekkan semua sah apabila berada dalam koridor penilaian sebuah film.

“Menurut saya memuji-muji atau menjelek-jelekkan film dalam sebuah resensi itu sah-sah saja, selama masih dalam pertimbangan penilaian film itu sendiri. Bukan memuji film karena aktornya tampan atau cantik. Bukan menjelek-jelekkan film karena pemainnya baru saja cerai, ” jelas Leila.

Saat ditanyai mengenai prestasi film-film Indonesia selama 2017, Leila menyoroti Pengabdi Setan karya Joko Anwar. Menurutnya bukan hal yang mudah bagi film horor untuk bisa diakui kualitasnya oleh para kritikus, di sisi lain juga mampu mendulang kesuksesan di ranah bisnis.

Meski mengakui Pengabdi Setan adalah capaian yang langka, Leila mengaku film terfavoritnya selama 2017 adalah Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak.

“Saya lupa ya apa film Indonesia terakhir yang saya review, soalnya akhir tahun kemarin jadi juri Festival Film Tempo, jadi hampir semua saya tonton dan saya nilai,” jelas Leila yang kemudian menyebut film itu sebagai favoritnya.

Menurut Leila, film Indonesia selama 2017 mengalami peningkatan daripada tahun-tahun sebelumnya. Dia menyoroti film-film yang mengangkat isu-isu marginal seperti Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak, dan Turah. Menurut Leila film-film tersebut semestinya memiliki tempat lebih di bioskop.

Leila menjelaskan hal ini mungkin ada hubungannya dengan promosi yang memang tidak gencar. Sehingga tak banyak yang tahu ada film tersebut. Namun promosi bukanlah kunci utama kesuksesan film. Penonton pun harus diedukasi terkait film-film yang harus dilariskan. Mengedukasi penonton bisa dengan resensi film dan memperbanyak festival film yang berkualitas, sehingga penonton bisa lebih sadar kepada film secara kritis.

“Selain promosi, penonton sendiri memangharus diedukasi tentang film yang berkualitas. Resensi dari media-media terpercaya bisa digunakan, selain itu diadakan festival film yang kualitasnya benar-benar dijaga. Hasil festival ini bisa menjadi tolok ukur penonton dalam memilih film berkualitas,” tutup Leila.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya