SOLOPOS.COM - Leicester City (Reuters-Carl Recine)

Solopos.com, LEICESTER - Sensasi demi sensasi seperti tak henti ditelurkan Leicester City pada Liga Premier Inggris musim ini. Belum selesai publik dibuat terhenyak dengan kemenangan 5-0 atas Newcastle United dan 9-0 atas Southampton, Ben Chilwell dkk. bikin persaingan papan atas kompetisi kian memanas setelah menggilas Arsenal dua gol tanpa balas.

Tak diperhitungkan di awal musim, tim asuhan Brendan Rodgers ini justru sukses merangsek ke peringkat kedua dengan 26 poin dari 12 pertandingan. Kemenangan beruntun di empat laga terakhir membuat Si Rubah, julukan Leicester, berpotensi besar menggoyang kemapanan para tim Big Six.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sebenarnya bukan cerita baru Si Rubah mampu merusak tatanan Liga Premier Inggris. Tiga tahun silam, tepatnya musim 2015/2016, Leicester di bawah asuhan Claudio Ranieri justru keluar sebagai juara. Bukan tak mungkin capaian fenomenal itu bakal terulang apabila mereka konsisten menjaga performa hingga akhir musim.

Apalagi Leicester memiliki sosok Brendan Rodgers yang menjadi think tank melejitnya performa tim. Disinggung peluang menjadi pesaing Liverpool dan City meraih gelar juara, Rodgers memilih merendah. Manajer Irlandia Utara itu cuma ingin konsistensi.

“Pekerjaan kami itu untuk lebih meningkatkan diri dan lebih baik lagi. Fokus saya pada diri kami sendiri,” kata Rodgers dilansir Leicester Mercury.

Di awal musim Leicester sempat diprediksi akan kembali menjadi tim medioker menyusul kepergian Harry Maguire ke Manchester United. Namun hilangnya bek andalan tersebut ternyata mampu ditutup dengan kehadiran pemain anyar, Caglar Soyuncu.

Duet bek asal Turki itu dengan Jonny Evans di jantung pertahanan menjadi benteng kuat bersama kiper Kasper Schmeichel. Hingga kini Leicester masih menjadi tim dengan catatan kebobolan paling sedikit yakni delapan gol dalam 12 pertandingan. Schmeichel sendiri sudah membukukan lima clean sheet, sama dengan catatan kiper Manchester City, Ederson.

Ada perbedaan mendasar antara permainan Leicester saat ini dengan ketika juara tiga tahun silam. Meski sama-sama mencatat performa bagus, musim ini Leicester lebih agresif dan percaya diri dengan penguasaan bola mencapai 58% di setiap laga.

Bandingkan dengan Leicester masa Ranieri yang hanya mencatatkan penguasaan bola sekitar 42% yang identik dengan pendekatan defensif. Musim ini Si Rubah sudah mencetak 29 gol, lebih banyak enam gol ketimbang tim juara di 2015/2016. Dengan kekuatan yang lebih komplet, akankah Leicester menjadi lebih dari sekadar pengganggu kemapanan?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya