SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JAKARTA–Anggota Komisi VII DPR RI Sukarnotomo mengusulkan agar hasil audit BPK soal inefisiensi PLN tidak perlu dibahas lagi di Komisi VII DPR RI tapi langsung dilaporkan ke KPK untuk ditindaklanjuti.

“Hasil audit BPK menemukan adanya inefisiensi anggaran sebesar Rp37 triliun pada periode 2009 hingga 2010, kalau didalami lebih lanjut temuannya bisa lebih besar lagi,” kata Soekarnotomo pada rapat kerja antara Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM Jero Wacik, Kepala BP Migas R Priyono, dan mantan Direktur Utama PLN Dahlan Iskan, Selasa (13/11/2012).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Effendi Simbolon yang didampingi Ketua Komisi VII Sutan Bathoegana, serta dihadiri sejumlah anggota komisi tersebut. Menurut dia, hasil audit BPK menyampaikan sebanyak 67 rekomendasi yang sebagian besar yakni 56 rekomendasi ditujukan kepada PLN, kemudian 11 rekomendasi lainnya ditujukan kepada Kementerian ESDM, BP Migas, dan Pertamina.

Dari 56 rekomendasi tersebut, menurut dia, baru memberikan penjelasan sebanyak 25 rekomendasi sehingga masih ada 31 rekomendasi lainnya yang belum dijelaskan.

“Jika ditelusuri lebih dalam lgai, kerugian negara dari inefisiensi anggaran di PLN jauh lebih besar dari Rp37 miliar, mungkin bisa mencapai Rp100 miliar,” katanya.

Karena itu, politisi Partai Demokrat ini mendorong agar hasil audit BPK tersebut disampaikan ke KPK untuk ditindaklanjuti.

Sementara itu, anggota Komisi VII DPR RI Dewi Aryani mengusulkan agar Komisi VII DPR RI segera membentuk panitia khusus Inefisiensi PLN untuk menyelidiki lebih lanjut persoalan-persoalan inefisiensi anggaran di internal PLN. Menurut dia, usulan tersebut didasarkan atas hasil audit BPK yang merekomendasikan banyak temuan inefisiensi di PLN pada periode 2009-2010.

Dari hasil audit BPK soal inefisiensi di PLN, menurut dia, terlihat tidak adanya sinkronisasi antara Kementerian ESDM, BP Migas, dan PLN dalam penggunaan anggaran dan energi. “Misalnya, PLN hingga saat ini belum memiliki keinginan untuk mengganti pembangkit listrik dari menggunakan batubara menjadi menggunakan gas,” katanya.

Pada kesempatan tersebut, Dewi Aryani juga menilai mantan Direktur Utama PT PLN Dahlan Iskan tidak memiliki perencanaan yang matang soal energi primer nasional. Dewi bertanya kepada Dahlan Iskan, apakah dirinya sudah membaca seluruh isi hasil audit BPK, Dahlan Iskan menjawab baru membaca “summary”nya.

“Ini menunjukkan Pak Dahlan belum memiliki keinginan untuk menyelesaikan inefisiensi di PLN yang menjadi temuan BPK,” kata politisi PDI Perjuangan ini.

Pada kesempatan tersebut, Dahlan Iskan menjelaskan, hasil audit BPK merekomendasikan ada inefisiensi anggaran sebesar Rp37 triliun yang terjadi pada 2009 dan 2010. Menurut dia, hasil audit BPK terjadi inefisiensi bukan karena adanya indikasi korupsi tapi karena kurang tersedianya gas sebagai bahan baku PLN sehingga PLN membeli batu bara yang harganya lebih mahal hingga 42 persen.

Pada hasil audit BPK, kata dia, menyampaikan 18 rekomendasi yang ditujukan kepada Kementerian ESDM, BP Migas, PT Pertamina, dan PT PLN. “Dari 18 rekomendasi tersebut, hanya satu rekomendasi untuk PLN,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya