SOLOPOS.COM - Suasana depan warung Soto Rumput Khas Boyolali di Jalan Profesor Soeharso Nomor 14, Kiringan, Boyolali, Kamis (12/1/2023). Soto ini dinamakan soto rumput karena awalnya berjualan di sekitar Pasar Rumput Boyolali. (Solopos.com/Ni’matul Faizah).

Solopos.com, BOYOLALI – Surganya warung soto, begitulah nama yang layak disematkan untuk Kabupaten Boyolali. 

Kota ini memiliki banyak soto ternama. Salah satunya adalah Soto Rumput Khas Boyolali. Walau pun bernama soto rumput, soto ini tak benar-benar memakai bahan rumput.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Warung Soto Rumput Khas Boyolali ini terletak di sebelah utara lahan bekas Terminal Boyolali yang akan dibangun Masjid Gedhe Boyolali, tepatnya di Jalan Profesor Soeharso No.14, Kiringan, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali,

Pendiri sekaligus pemilik warung Soto Rumput Khas Boyolali, Warsiti, 65, mengungkapkan julukan soto rumput tersebut berawal dari ia dan suaminya, Minto Wiyono, yang berjualan soto sekitar 1980-an.

“Mungkin saat itu 1981, saya berjualan bersama suami dulu di dekat Pasar Rumput. Dulu di depan toko kami ini ada Pasar Rumput. Jadilah soto kami disebut soto rumput,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis (12/1/2023).

Ia mengungkapkan waktu itu, ia masih berjualan di lapak semi permanen dengan luas sekitar 500 genting dan satu meja. Tempat jualannya di pojok Pasar Rumput, sedangkan pasar sapi berada di lahan yang sekarang menjadi Taman Tiga Menara.

Saat ini, jelasnya, Warung Soto Rumput Khas Boyolali telah memiliki cabang di Salatiga dan Ambarawa. Anaknya lah yang mengurus warung soto rumput khas Boyolali tersebut.

Warsiti menceritakan waktu dulu, banyak penjual dan pembeli rumput membeli soto di warungnya. Ketika penjualan sotonya meningkat, ia akhirnya mendirikan warung permanen di timur Pasar Rumput Boyolali.

Mulai Harga Rp700

Perempuan 65 tahun tersebut menceritakan pada awalnya harga soto di tempatnya hanya Rp700 per mangkuk.

“Akhirnya kami membuat toko ini, itu sekitar tahun 1995. Harganya dulu Rp700, kalau lebaran pasti dinaikkan karena harga-harga naik. Kemudian, naik pelan-pelan sejak krisis moneter,” lanjutnya.

Lebih lanjut, harga terkini semangkuk soto ayam dan soto sapi di warungnya adalah Rp9.000 per mangkuk. Harga tersebut, jelas Warsiti, telah naik semenjak 2020 yaitu Rp8.000 per mangkuk. Ia menambahkan kenaikan harga semangkuk soto naik karena pandemi.

Pada saat masa jayanya, Warsiti mengatakan dalam sehari rata-rata seribuan mangkuk soto laku. Bahkan, pernah menyentuh 2.000 mangkuk soto.

“Tapi, penjualan sekarang turun drastis. Sehari enggak sampai 100 mangkuk. Waktu pandemi benar-benar terpuruk,” jelasnya.

Walau pun tak seramai waktu masa jayanya, Warsiti mengaku tetap memiliki pelanggan tetap dari berbagai daerah tak hanya di Boyolali. Beberapa rombongan peziarah terkadang mampir untuk membeli soto di tempatnya.

Ia mengaku terkadang kedatangan pelanggan dari Lampung, Bandung, dan kota-kota lainnya. Bahkan, ada yang menjadi langganannya semenjak masih muda dan masih sampai sekarang.

“Ada orang Tlatar itu dulu sewaktu pulang kuliah dari Jogja, sebelum balik ke rumahnya pasti mampir dulu. Kemudian, dia sudah 25 tahun di Papua, sebelum balik ke rumah orang tuanya juga pasti mampir ke sini,” cerita Warsiti.

Warsiti mengaku pada dasarnya tidak ada yang membedakan sotonya dengan soto Boyolali lainnya, selalu ada kuah, tauge, dan daging. Akan tetapi, berdasarkan perkataan pelanggannya, rasa kuah di tempatnya lebih terasa dan lebih kental.

Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Kiringan, Sri Wuryanto, mengaku telah menjadi pelanggan Soto Rumput Khas Boyolali sejak SMP. Ia tak ingat betul waktu tepatnya, akan tetapi ia ingat dulu mendiang suami Warsiti, Minto Wiyono, awalnya berjualan dengan gerobak.

“Dulu jualannya sudah di Pasar Rumput sana, cuma kan belum berbentuk papan. Masih pakai gerobak dorong, terus bikin papan itu, sekarang jadi bangunan yang di timur jalan,” ungkap dia.

Sri menceritakan dulu ia sering mengajak teman-temannya untuk menikmati soto rumput, akan tetapi, teman-temannya mengira soto rumput adalah soto yang terbuat dari rumput.

Ia pun akhirnya menjelaskan bahwa soto tersebut dinamakan soto rumput karena area berjualannya di sekitar pasar rumput. Dulu semasa jayanya, saat momen Lebaran, selalu di depan warung Soto Rumput Khas Boyolali dipasang tenda karena membludaknya pembeli.

“Sejak saya SMP sekitar 80-an sampai sekarang masih eksis. Hanya sekarang yang warung di Boyolali jalurnya kurang menguntungkan karena di sana jalur searah, jadi kurang terekspos,” jelasnya.

Selain jalur yang tidak menguntungkan, Sri mengungkapkan penyebab lain penjualan warung Soto Rumput Khas Boyolali karena banyaknya saingan soto di Boyolali.

Pemindahan terminal juga menurutnya mempengaruhi penurunan, akan tetapi, bukan itu yang utama, akan tetapi persaingan.



“Akan tetapi memang rasanya mantap, kuahnya itu segar. Saya pernah ke cabang Salatiga itu ramainya juga seperti di sini waktu 90-an,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya