SOLOPOS.COM - Belasan mahasiswa asing mengunjungi Objek Wisata Goa Jatijajar. (Antara-Wisnu Adhi)

Solopos.com, KEBUMEN — Goa Jatijajar di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah  telah dibuka sejak 1975 silam. Objek wisata ini berkaitan dengan legenda Raden Kamandaka alias Lutung Kasarung yang dapat dilihat pada diorama di dalam goa.

Dihimpun dari sebuah literasi dari Scribd.com dengan judul Goa Jatijajar Sebagai Daerah Objek Wisata Alam Adalah Goa Alam yang Terletak di Jatijajar, Senin (17/1/2022), delapan diorama dengan 32 patung itu menceritakan kisah di balik keindahan goa di Kebumen. Diorama itu membahas tentang goa yang konon merupakan tempat Raden Kamandaka, putra mahkota dari Kerajaan Pajajaran yang bernama Banyak Cakra.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Baca juga: Sumber Air di Goa Jatijajar Bikin Awet Muda?

Berdasarkan catatan sejarah, saat itu sebagian kawasan Kebumen berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran dengan batas wilayah di Sungai Luk Ulo. Kawasan Kebumen saat itu dibagi menjadi dua, yaitu kawasan timur yang merupakan daerah kekuasaan Kerjaaan Majapahit dan kawasan barat yang masuk dalam teritorial Kerjaaan Pajajaran.

Sedangkan kisah legenda Lutung Kasarung ini terjadi di wilayah Kadipaten Pasir Luhur, dekat dengan Baturaden atau Purwokerto pada abad ke-14. Namun keseluruhan deoramanya dipasang di dalam Goa Jatijajar.

Goa Jatijajar Kebumen

Baca juga: Pemandian Air Panas Krakal, Sensasi Spa Ala Jerman di Kebumen

Kisah legenda ini diawali dari Prabu Siliwangi, Raja Kerajaan Pajajaran yang memiliki tiga orang putra dan satu orang putri dari dua permaisurinya. Dua anak putra lahir dari permaisuri pertama, yaitu Banyak Cakra dan Banyak Ngampar. Namun sewaktu Banyak Cakra dan Banyak Ngampar masih kecil, ibunya telah meniggal dunia. Kemudian Prabu Siliwangi akhirnya menikah lagi dengan permaisuri kedua, yaitu Kumudaningsih.

Saat itu Prabu Siliwangi saat hendak meminang Dewi Kududaningsih, berjanji jika ia mmepunyai seorang putera dari pernikahan keduanya, maka dia kelak akan menggantikan posisinya sebagai Raja di Kerajaan Pajajaran. Hingga kemudian lahirlah seorang putra dan putri, yaitu Banyak Blabur dan Dewi Pamungkas.

Baca juga: Inilah Harta Karun Indonesia yang Hilang dari Kebumen

Lutung Kasarung 

Pada suatu hari, Prabu Siliwangi memanggil dua putra mahkotanya, Banyak Cokro dan Banyak Blabur untuk menghadap dengan maksud Prabu Siliwangi akan mengangkat putranya, menggantikan dirinya sebagai Raja Pajajaran karena dia sudah lanjut usia. Namun, kedua putra sulungnya ini belum bersedia menjadi raja. Hingga akhirnya, Banyak Cakra mengajikan beberapa alasan, antara lain belum cukup umur, belum memiliki banyak ilmu dan belum ada pendamping hidup.

Banyak Cakra mengatakan bahwa dia baru mau menikah kalau sudah bertemu dengan wanita yang parasnya mirip dengan ibunya. Oleh sebab itu Banyak Cakra meminta izin untuk pergi dari kerajaan dalam misi mencari pasangan hidup idamannya. Kepergian Banyak Cakra dari kerajaan menuju ke Gunung Tangkuban Perahu. Di sana dia bertemu dengan seorang pendeta setempat bernama Ki Ajar Wirangrong, seorang pendeta sakti yang tahu pikiran Banyak Cakra.

Baca juga: Asal-Usul Goa Jatijajar Kebumen, Berawal Dari Petani Mencabut Rumput

Maka setelah beberapa hai berada di Gunung Tangkuban Perahu, oleh Ki Ajar Wirangrong, Banyak Cakra diutus untuk mengembara ke arah timur untuk menuju Kadipaten Pasir Luhur supaya cita-citanya untuk mempersunting wanita yang diidam-idamkan dapat tercapai. Namun ada beberapa syarat yang harus dilakukan dan dipenuhi Banyak Cakra, yaitu dia harus menanggalkan semua pakaian kebesaran dari kerajaan dan memakai pakaian biasa. Dia juga harus menyamar dengan nama samaran Raden Kamandaka yang kemudian dikenal sebagai Lutung Kasarung.

Singkat cerita setelah berhari-hari mengembara, Raden Kamandaka akhirnya tiba di Kadipaten Pasir Luhur dan bertemu dengan patih Reksonoto. Patih Reksonoto tidak memiliki anak hingga akhirnya Raden Kamandaka diangkat menjadi anaknya. Karena Raden Kamandaka berparas tampan dan gagah, maka Patih Reksonoto sangat menyanyanginya.

Saat itu, Kadipaten Pasir Luhur dibawah kepemimpinan Adipati Kanandoho yang memiliki beberapa putri yang sudah bersuami kecuali yang paling bungsu, yaitu Dewi Ciptoroso. Dewi Ciptoroso inilah yang parasnya mirip dengan ibu Raden Kamandaka, sosok wanita yang diidam-idamkan untuk dijadikan istri.

Baca juga: Air Liur di Kebumen, Harta Karun Tersembunyi Indonesia Bernilai Tinggi

Bertemu Saudara

Raden Kamandaka pun menjadi buron karena tanpa izin masuk ke Taman Keputren untuk menemui Dewi Ciptoroso. Namun, dia berhasil melarikan diri dari kejaran pasukan Pasir Luhur. Di sisi lain, adik Raden Kamandaka yang bernama Banyak Ngampar datang menghadap Adipati Kanandoho dengan nama samaran Silihwarni.

Dia menawarkan bantuan untuk menangkap Raden Kamandaka yang tidak dia sadari adalah Banyak Cakra, kakak kandungnya. Singkatnya, Banyak Ngampar dengan nama samaran Silihwarni berhasil menemukan Raden Kamandaka dan melumpuhkannya dengan tusukan di pinggang. Meksipun dalam keadaan terluka dengan darah berceceran, Raden Kamandaka tetap mampu melarikan diri hingga akhirnya masuk ke sebuah goa.

Baca juga: Pemandian Air Panas Krakal, Sensasi Spa Ala Jerman di Kebumen

Silihwarni saat itu juga berhasil menemukan goa persembuyian Kamandaka dan menantangnya untuk keluar dari tempat persembuyian. Mendengar tantangan itu, Kamadaka mengatakan identitas aslinya bahwa dia adalah putra Kerajaan Pajajaran bernama Banyak Cakra. Siliihwarni pun terkejut dan dia juga mengatakan identitasnya bahwa dia adalah Banyak Ngampar, adik kandungnya.

Saat itu Banyak Ngampar memang sedang dalam misi mencari kakaknya yang sudah lama berkelana dan akhirnya bertemu di goa. Mereka saling berpelukan dan melepas rindu serta saling memaafkan. Pertemuan dua saudara inilah yang kemudian menjadi cikal bakal nama Jatijajar, yakni tempat pertemuan dua putera mahkota kerajaan.

Wangsit

Di Jatijajar inilah Raden Kamandaka  alias Lutung Kasarung bertapa meminta petunjuk bagaimana memperistri Dewi Ciptoroso. Dari pertapaan itu, dia mendapat petunjuk gaib menikahi Dewi Ciptoroso dengan menyamar menjadi lutung. Singkatnya, Raden Kamandaka yang menyamar menjadi lutung akhirnya ditangkap oleh para putra menantu Adipati Pasir Luhur saat di perburuan di hutan dan menjadi hadiah bagi Dewi Ciptoroso.

Sejak saat itu, Dewi Ciptoroso dan Raden Kamandaka menghabiskan waktu bersama saat malam hari, Raden Kamandaka menghentikan penyamarannya. Mengetahui hal tersebut, Dewi Ciptoroso sangat bahagia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya