SOLOPOS.COM - Santoso, Juru Kunci Desa Golan menunjukkan petilasan Ki Ageng Honggolono, ayah dari Joko Lancur Senin (16/5/2022). (Ronaa Nisa/Solopos.com)

Solopos.com, PONOROGO — Legenda Golan Mirah di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, sudah dikenal dan dipercaya sejak ratusan tahun silam, terutama bagi masyarakat di Desa Golan dan Desa Mirah. Tak ubahnya mitos, konon kedua desa yang bertempat di Kecamatan Sukorejo, Ponorogo itu tidak bisa menyatu. Dibuktikan dengan air sungai yang ada dua warna di antara kedua daerah itu.

‘’Air dari Desa Mirah dan Golan memang tidak bisa campur. Biasanya terlihat kalau sedang musim kemarau,’’ kata Santoso, Juru Kunci Desa Golan kepada Solopos.com, Senin (16/5/2022).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bukan tanpa alasan kedua air itu tidak menyatu. Sekitar tahun 1440-an atau awal Babad Ponorogo ada sebuah kisah yang melegenda di sana. Yakni, berawal dari anak Ki Ageng Honggolono yang bernama Joko Lancur ingin mengadu ayamnya. Namun, ayam wiring kuning itu kabur ke Desa Mirah (kini menjadi dusun di Desa Nambangrejo).

‘’Joko memang suka sabung ayam dan tiba-tiba ayam yang mau diadu itu malah lepas dari genggamannya dan kabur ke sana [Desa Mirah],’’ papar pria 58 tahun itu.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Pemkot Surabaya Bantu Siapkan Pemakaman Korban Kecelakaan di Tol Sumo

Saat itu Mirah Putri Ayu, anak Ki Ageng Honggojoyo atau dikenal dengan Ki Ageng Mirah, sedang sibuk menenun kain di rumahnya. Siapa sangka ayam Joko sampai rumah Mirah. Pencarian Joko pun terhenti dan terpesona dengan kecantikan Mirah. Namun, kecintaannya pada Mirah tidak berjalan mulus karena Ki Ageng Mirah tidak senang.

legenda golan mirah
Santoso, Juru Kunci Desa Golan menunjukkan petilasan Ki Ageng Honggolono, ayah dari Joko Lancur Senin (16/5/2022). (Ronaa Nisa/Solopos.com)

‘’Agar bisa mempersunting Mirah, Joko harus mengairi seluruh sawah di Desa Mirah dan diberi waktu hanya semalam,’’ terangnya.

Ternyata, Ki Ageng Honggolono menyanggupinya. Malam itu, dia langsung membendung sungai Sekayu untuk mengairi seluruh sawah di Desa Mirah. Namun, apadaya Ki Ageng Honggojoyo tidak terima dan memberikan syarat lagi. Yakni, keluarga Joko harus membawa lumbung yang berisi kedelai dan sekaligus bisa terbang.

Baca Juga: 14 Nyawa Melayang di Tol Surabaya, Sopir Bus Diduga Mengantuk

‘’Karena Ki Ageng Honggolono merasa dipermainkan, di dalam lumbung itu diganti dengan kawul [jerami] dan kedelai hanya terlihat di atas lumbung,’’ jelasnya.

Keduanya sama-sama murka dan saling melontarkan sabda yang dipercaya masyarakat sampai sekarang. Ki Ageng Honggojoyo menyampaikan bahwa masyarakat Desa Golan tidak bisa menyimpan kawul dan dapat dipastikan langsung terbakar. Ki Ageng Honggolono menyumpahi balik masyarakat Desa Mirah tidak bisa menanam kedelai.

‘’Mereka juga menyumpahi masyarakat dari Desa Golan dan Mirah tidak bisa menikahi satu sama lain,’’ tuturnya.

Baca Juga: Deklarasikan Hari Menggambar Nasional, Warga Madiun Melukis Bersama

Bagaimana nasib Joko Lancur? Sudah terlanjur jatuh cinta layaknya Romeo kepada Juliet, dia tidak pulang meskipun sudah diminta oleh ayahnya. Pendiriannya sangat kuat dan sampai meninggal dunia Joko masih tinggal di Desa Mirah. Bahkan Joko Lancur dimakamkan bersama Mirah dan Ki Ageng Honggojoyo di situs Setono Wungu.

Meskipun begitu, makam Ki Ageng Honggolono tidak ditemukan. Di Desa Golan hanya ditemukan petilasan yang berupa batu dan gundukan tanah mirip rumah rayap. Konon, batu itu tempatnya memuja sang pemberi hidup atau semedi. Setiap Jumat Legi banyak masyarakat yang mengunjunginya untuk meminta sesuatu.

‘’Biasanya mereka membawa dupa, melati, kenanga, kanthil, atau rokok,’’ kata Santoso.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya