SOLOPOS.COM - Pengunjung memadati bagian depan Museum Manusia Purba Klaster Krikilan di Kecamatan Kalijambe Sragen. (Solopos-Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN -- Jauh sebelum Museum Purbakala Sangiran di Sragen, Jawa Tengah, berdiri, masyarakat tempo dulu sudah kerap menemukan berbagai bebatuan menyerupai tulang berukuran besar.

Pada masa itu, warga menyebut temuan itu sebagai balung buto. Buto adalah raksasa yang dikenal berperangai jahat dalam mitologi Jawa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Setelah para ilmuan dan tim arkeolog menggelar ekskavasi, warga sekitar baru menyadari benda-benda yang ditemukan mereka adalah fosil dari berbagai binatang purba. Namun, cerita soal balung buto sudah menjadi legenda yang dikisahkan secara turun temurun.

Cerita soal legenda balung buto bisa ditelusuri di Museum Purbakala Klaster Manyarejo di Dukuh Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Sragen. Di museum itu terdapat sejumlah dokumen yang mengisahkan legenda balung buto. Begini kisahnya.

Ekspedisi Mudik 2024

Syahdan, di sebuah hutan yang berbukit-bukit terdapat sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raden Bandung. Rakyatnya dikenal sabar dalam bertani dan beternak, meski lahan di hutan itu tidak begitu subur.

Suatu ketika, ketenangan rakyat terusik tatkala mereka kedatangan rombongan raksasa yang dipimpin oleh Tegopati. “Ana buta, ana buta,” kata warga berseru ketakutan.

Para raksasa itu hendak merebut tanah tempat berdirinya kerajaan. Raden Bandung memimpin pasukan untuk melawan para raksasa, namun ia kalah. Dalam kondisi penuh luka, Raden Bandung berhasil menyelamatkan diri. Dia bersembunyi di hutan untuk bertapa.

Nama hutan itu kemudian menjadi permukiman penduduk dengan nama Dukuh Tapan, Desa Cangkol, Kecamatan Plupuh. Setelah genap sewindu bertapa, Raden Bandung mendapat wangsit supaya menyelami telaga yang dikelilingi pohon beringin. Konon, telaga itu dulunya berlokasi di Dusun Kedung Wringin, Desa Bukuran, Kalijambe, Sragen.

Di dalam telaga itu, Raden Bandung bertemu dengan Dewa Ruci. Oleh Dewa Ruci, Raden Bandung diperintahkan untuk mengasah kukunya yang panjang di batu. Kuku yang terasah itu bisa dijadikan sebagai senjata untuk memerangi para raksasa.

Mengasah dengan batu dikenal dengan istilah sangir. Nama sangir kemudian digunakan untuk menyebut nama Dukuh Sangiran di Desa Krikilan, Kalijambe.

Dengan kekuatan baru itu, Raden Bandung mampu membuat pasukan raksasa kocar-kacir. Kuku Raden Bandung yang tajam mengoyak tubuh para raksasa. Tegapati sendiri akhirnya menemui ajal dengan kondisi perut terburai akibat sayatan kuku Raden Bandung.

PNS Sragen Jadi Tersangka Percobaan Pembunuhan, Pemkab Lepas Tangan

Mayat para raksasa atau buto itu pun terkubur di bumi Sangiran. Tulang-tulang raksasa itu kemudian ditemukan oleh warga.

“Dulu warga tidak mengenal istilah fosil. Kalau menemukan batu menyerupai tulang berukuran besar, warga biasanya menyebutnya dengan istilah balung buto,” jelas Ketua Pokdarwis Wonderful Sangiran, Sadiman Subur, saat berbincang dengan belum lama ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya