SOLOPOS.COM - Seorang pengrajin jenang, Sukardi (kiri) sibuk melayani pembeli di rumahnya di Kelurahan Joho, Kecamatan Sukoharjo, Senin (11/7/2016). Jenang menjadi oleh-oleh khas Sukoharjo yang menjadi incaran para pemudik saat Lebaran. (Bony Eko Wicaksono/JIBI/Solopos)

Lebaran 2016 membuat pengrajin oleh-oleh khas Sukoharjo kebanjiran order.

Solopos.com, SUKOHARJO–Oleh-oleh khas Sukoharjo seperti jenang krasikan, wajik, wingko babat laris manis diborong para pemudik pasca-Lebaran. Permintaan jenang saat Lebaran meningkat lima kali lipat ketimbang hari biasa.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Para pengrajin jenang bisa memproduksi sekitar 100 potongan jenang/hari. Sementara produksi jenang saat hari biasa hanya sekitar 20 potongan/hari. Artinya, permintaan jenang meningkat lima kali lipat saat Lebaran.

Seorang pengrajin jenang asal Kelurahan Joho, Kecamatan Sukoharjo, Sukardi, mengatakan tingginya permintaan jenang berimbas pada kenaikan harga jenang saat Lebaran. Masing-masing harga jenang naik Rp5.000/potong dari Rp65.000/potong menjadi Rp70.000/potong. “Kenaikan harga jenang hanya pas Lebaran. Harga bahan baku jenang juga naik jadi otomatis harga jenang terkerek naik,” kata dia, saat ditemui Solopos.com, Senin (11/7/2016).

Menurut Sukardi, mayoritas pemudik sangat menyukai jenang krasikan dan wingko babat. Rasanya yang manis serta tekstur lembut dan kenyal menjadi citarasa penganan khas Sukoharjo. Para pemudik yang hendak kembali ke tanah perantauan kerap memborong jenang untuk oleh-oleh.

Puncak permintaan jenang terjadi pada H+1 dan H+2. Kala itu, ia kewalahan melayani order jenang dari para pembeli. “Mayoritas pesanan memang dari para pemudik seperti Jakarta, Bandung hingga luar Jawa. Namun, ada juga masyarakat lokal yang membeli jenang untuk penganan di rumah saat Lebaran,” papar dia.

Sukardi menceritakan industri jenang di Sukoharjo berdiri sejak puluhan tahun lalu. Kala itu, jumlah pengrajin jenang mencapai ratusan orang. Mereka memproduksi jenang di rumah setiap hari. Lambat laun, jumlah pengrajin jenang berkurang lantaran tak sedikit yang gulung tikar karena sepinya order.

Dia berharap agar instansi terkait memperhatikan nasib para pengrajin jenang yang tersebar di Kabupaten Jamu. “Usaha ini [produksi jenang] sudah turun temurun dari bapak. Saya generasi kedua yang melanjutkan usaha orang tua. Saya harap perhatian dari pemerintah agar pengrajin jenang tetap bisa menjaga kelangsungan hidup,” terang dia.

Di sisi lain, seorang pemudik asal Palembang, Ahmad, 42, mengatakan selalu membeli jenang untuk oleh-oleh kerabat keluarga atau tetangga rumah di Jakarta. Sebenarnya, ada beberapa  penjual jenang di Ibukota Jakarta namun rasanya tak semanis dan sekenyal jenang khas Sukoharjo.

Dia berencana kembali ke Jakarta pada Selasa (12/7/2016) lantaran tak ingin terjebak kemacetan arus lalu lintas saat arus balik Lebaran. “Isteri saya asli Sukoharjo, jadi setiap Lebaran pasti mudik ke sini. Sebelum pulang ke Jakarta, saya sempatkan membeli jenang untuk oleh-oleh teman kantor atau tetangga rumah,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya