SOLOPOS.COM - Ustaz PPMI Assalaam mengintip awal Ramadan 2015, Selasa (16/6/2015). (Reza Fitriyanto/JIBI/Solopos)

Lebaran 2015 atau 1 Syawal 1436 H kemungkinan besar akan dirayakan serentak.

Solopos.com, SOLO — Satu hal yang membuat perbedaan pendapat soal penentuan 1 Syawal dan 1 Ramadan adalah keterlihatan (visibilitas) hilal. Ada yang menetapkan syarat bahwa ketinggian hilal harus 2 derajat agar bisa terlihat dengan mata telanjang. Namun, tak semua sepakat dengan hal ini.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Mantan Guru Besar Universiti Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM) Prof. DR. Tono Saksono memiliki penjelasan yang berbeda. Melalui tulisannya yang dimuat di blog Center for Islamic Studies, cis-saksono.blogspot.com Jumat (10/7/2015), Tono Saksono menjelaskan sekecil apapun, hilal tak bisa diabaikan.

Hilal memang tidak bisa dilihat sama di semua tempat di Bumi. Tono Saksono mencontohkan yang terjadi pada Kamis (16/7/2015) ini. Ijtimak akan terjadi hari ini pukul 06.37 WIB yang berarti menandai berakhirnya Ramadan 1436 H. Sedangkan pada saat matahari tenggelam pukul 17.53 WIB, ketinggian hilal di Jakarta terhitung 2,5 derajat.

Hilal ini memang sulit dilihat karena hanya muncul selama 15 menit. Namun bukannya hilang, ketebalan hilal semakin membesar jika terlihat di daerah yang lebih barat.

“Dengan demikian untuk sekitar 12 jam berikutnya, kenampakan hilal akan terhalang oleh bola Bumi. Namun demikian, tampak maupun tidak, hilal akan semakin bertambah besar dengan tingkat pertumbuhan 0.02 menit (busur) per jam, karena 24 jam kemudian pada maghrib 17 Juli 2015, ketebalan hilal akan menjadi 0.59 menit,” tulis Tono.

Pada pukul 22.37 WIB, tulis Tono, ketebalan hilal 0,17 menit atau lebih besar dari saat magrib. Namun saat itu, hilal tak terlihat di Jakarta karena terhalang bumi. Tono membandingkan saat yang sama di Dodoma, Tanzania, ketinggian hilal mencapai 4,8 derajat dan mudah dirukyat.

“Dengan referensi Jakarta, meskipun fisik hilal sudah lebih besar (0.17 menit), hilal ini tidak diakui sebagai hilal karena tidak tampak (terhalang bola Bumi). Sementara hilal yang di Dodoma, meskipun ketebalannya hanya 0.13 menit, tapi ini diakui sebagai hilal karena tampak oleh mata,” tulis Tono Saksono.

Hal inilah yang dinilai aneh. Jika dalam peta, Jakarta-Dodoma hanya berjarak beberapa cm. Tono menyebut aneh jika hilal tersebut disangkal hanya karena tidak terlihat di salah satu titik.

“Kita menempatkan sebuah kertas bertuliskan kata “hilal” sekitar 3,5 meter dari mata kita. Namun kita menyangkal tulisan “hilal” tersebut hanya karena yang melihat cuma mata kiri, sedangkan mata kanan kita tertutup perban. Apakah penyangkalan ini masuk akal?”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya