SOLOPOS.COM - Ilustrasi melahirkan (Hufftingpost.com)

Layanan kesehatan Jateng, tingkat kematian ibu melahirkan di Jateng cukup tinggi.

Solopos.com, BOYOLALI–Tingkat kematian ibu melahirkan di Boyolali dan Jawa Tengah tahun ini tercatat masih cukup tinggi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Berdasarkan data yang diterima Solopos.com, angka kematian ibu melahirkan di Boyolali per Juni 2016 sudah mencapai 10 kasus. Sedangkan se-Jawa Tengah sudah mencapai 411 kasus.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng terus berupaya meluncurkan berbagai program inovasi untuk menekan angka kematian ibu melahirkan di Jateng termasuk di Boyolali.

Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan (Yankes) Dinas Kesehatan Provinsi Jateng, Djoko Mardijanto, menjelaskan berdasarkan hasil audit yang dilakukan Dinkes Provinsi Jateng, ada empat faktor penyebab tingginya kematian ibu melahirkan.

“Yang paling banyak adalah karena faktor penyakit termasuk penyakit penyerta, misalnya eklamasi dan jantung. Yang kedua, berkaitan dengan status kesehatan ibu yang tidak siap menghadapi masa kehamilan, misalnya ibu yang kurang gizi atau terkena anemia,” papar Djoko, saat ditemui Espos, di sela-sela Seminar Upaya Menekan Kematian Ibu dan Bayi Melalui Program SMSBunda, di Aula RSUD Pandanarang Boyolali, Jumat (5/8/2016).

Sebanyak 411 kasus kematian ibu melahirkan di Jawa Tengah per Juni tahun ini, sudah melebihi separuh dari kasus kematian ibu pada 2015 yang berjumlah 711 kasus.

Menurut Djoko, ada faktor lain yang perlu diperbaiki sehingga peran pemerintah dalam hal ini cukup vital. Faktor tersebut berkaitan dengan faktor pelayanan, baik pelayanan saat kehamilan maupun pelayanan persalinan.

“Kami akui banyak sektor pelayanan yang harus diperbaiki, mulai dari pemeriksaan di puskesmas hingga rujukan di rumah sakit. Jika ditemui ibu hamil dengan risiko tinggi [risti] harus terus diintervensi,” papar dia. Rumah sakit juga menjadi bagian dari tanggung renteng penyelamatan ibu melahirkan.

“Yang kerap terjadi, kalau sudah dirujuk ke rumah sakit, ternyata kamar penuh dan menyebabkan penanganan tertunda.”

Doktor Kebidanan yang juga Dosen Akademi Kebidanan (Akbid) Estu Utomo, Yanti, menjelaskan tingkat kematian ibu melahirkan di Boyolali mengalami kenaikan peringkat. “Jika 2015 di Jateng itu ada di peringkat 12, sekarang justru naik ke peringkat 10. Artinya kasus kematian ibu melahirkan lebih banyak,” kata Yanti.

Yanti adalah pencetus model asuhan berkesinambungan. Pada awal diterapkan, model ini dilaksanakan 54 mahasiswa yang mendampingi 108 ibu hamil selama tiga fase kritis, yakni mulai fase kehamilan, persalinan, hingga nifas.

“Hasilnya nol angka kematian ibu. Saat ini, model pembelajaran ini sudah diadopsi menjadi program Dinkes Jateng yakni one student one client.”

Tahun 2016, program one student one client diaplikasikan di 12 kabupaten di Jateng yang masuk zona merah. “Targetnya adalah 1.600 ibu hamil yang didampingi 1.600 mahasiswa kebidanan, keperawatan, dan kedokteran.”

Plt.Kepala Dinkes Boyolali, Ratri S. Lina, beberapa program yang sudah dijalankan di Boyolali untuk mengintervansi angka kematian ibu melahirkan antara lain one student one client, SMS Bunda, pelatihan bagi bidan, pembentukan tim audit kematian ibu melahirkan di tingkat kabupaten, dan merintis Rumah Tunggu Kelahiran (RTK) akhir bulan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya