SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solo (Solopos.com) – Sejarawan Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) Universitas Sebelas Maret (UNS), Tunjung W Sutirto, menilai polemik pembangunan mal di lahan bekas Pabrik Es Saripetojo sebuah ironi. Bila mal benar-benar dibangun, menunjukkan semakin sulitnya mencegah penetrasi asing utamanya dalam pembangunan infrastruktur bisnis dan jasa.

”Pembangunan mal dari sisi historis menjadi ironi pembangunan. Salah satu yang patut disesalkan pembangunan mal di jalur emas,” katanya, saat dihubungi Espos Minggu (26/6/2011).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Peneliti Urban Community and Crisis Development (UCYD) FISIP UNS, Adi Himawan, menilai polemik pembangunan mal di lahan bekas Pabrik Es Saripetojo sebagai ajang pembuktian Walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi) untuk melindungi pedagang di pasar tradisional seperti yang selama ini dijanjikan Jokowi dalam beberapa forum.

”Bila mal jadi dibangun akan semakin menghancurkan sektor pasar tradisional di Solo. Keberadaan pusat perbelanjaan modern merupakan salah satu faktor penting matinya pasar tradisional,” tegas dia. Untuk mengganjal atau menghentikan proses pembangunan mal, Adi menyarankan gerakan sosial masyarakat secara masif. Termasuk Pemkot harus mengambil tindakan-tindakan untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat.

Di sisi lain, sikap Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Bibit Waluyo yang bersikeras membangun mal di lahan bekas Pabris Es Saripetojo Purwosari Solo dinilai sebagai sebuah arogansi kekuasaan. Sikap orang nomor satu di Jateng tersebut dinilai mengabaikan landasan hukum yang mestinya berlaku bagi semua masyarakat.

”Di mata hukum, sikap Pak Bibit adalah cermin dari arogansi kekuasaan. Sebab, dia tak memakai landasan hukum,” kata praktisi hukum Solo, Suharsono, akhir pekan lalu. Sejumlah landasan hukum yang diabaikan Gubernur tersebut, kata Suharsono, antara lain pembangunan mal itu belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) dan izin pembongkaran gedung dari Pemkot Solo. Selain itu, lanjutnya, rencana pembangunan mal tersebut juga belum ada kajian analisis mengenai dampak lingungan (Amdal) yang mestinya melibatkan semua stakeholders terkait.

”Dan yang memrihatinkan lagi, Gubernur seakan mengabaikan usia bangunan Saripetojo yang mencapai ratusan tahun,” terangnya.
Padahal, jika menyimak UU No 11/2010 tentang Cagar Budaya, kata Suharsono, mestinya Gubernur bisa berpikir ulang lantaran gedung itu masuk benda cagar budaya yang wajib dilindungi. Atas dasar itu, tegas Suharsono, Gubernur Jateng bisa digugat secara hukum. Sebab, setiap kebijakan yang melawan hukum bisa diperkara secara hukum.

Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Solo, Muhammad Taufiq, menyatakan langkah yang bisa diambil adalah mencari jalan tengah. Salah satunya ialah dengan merevitalisasi kembali bekas Pabrik Es Saripetojo agar memiliki nilai ekonomi, sosial, sejarah serta budaya. Sebab, tegasnya, dua kepentingan yang bertarung saat ini—ekonomi dan budaya—akan susah dipertemukan jika tak melalui jalan tengah. ”Jika dipaksakan, kepentingan budaya pasti kalah dibanding kepentingan ekonomi. Budaya itu sesuatu yang susah diukur, sedang orang akan mudah mengukur kepentingan ekonomi,” katanya.

kur/asa

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya