SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jika Anda sering berbelanja di swalayan atau toko serba ada tentu sering menjumpai gerai penjual pukis. Kue yang populer sepanjang masa ini selalu menjadi favorit dan mampu menghasilkan omzet jutaan rupiah.

Salah satu pemilik gerai pukis adalah Pambudi Santoso, 39, asal Purbalingga. Ia menekuni usaha kuliner kue pukis sejak 1998 di Mirota Kampus Jalan C.Simanjuntak Jogja.

Promosi Safari Ramadan BUMN 2024 di Jateng dan Sulsel, BRI Gelar Pasar Murah

“Waktu itu saya sambil nunggu wisuda, coba-coba membuka usaha pukis,” ujar jebolan Jurusan Ekonomi Universitas Atmajaya Yogyakarta ini saat ditemui di kediamannya, Perumahan Taman Mutiara Nomer 5, Babarsari, Sleman pada Rabu (28/9) pagi.

Rupanya Pambudi tak main-main dengan usahanya tersebut. Termasuk saat ia harus mengeluarkan modal cukup besar, mencapai Rp100 juta. Kini dagangan kue pukis yang ia beri nama Asli Pukis dan Bikang itu tetap bertahan, bahkan semakin laris.  “Orang-orang menyebut Pukis Mirota, mungkin karena sudah terlalu lama di Mirota kali ya,” tambahnya.

Ekspedisi Mudik 2024

Berbekal belajar keterampilan membuat kue pukis dari orangtuanya yang berada di kampung halaman, kini Pambudi tak harus terjun ke lapangan langsung melayani pembeli. Ia memiliki 12 pegawai, dua di antaranya kasir. Bahkan, belum lama ini ia membuka cabang di Mal Ramai kawasan Malioboro dan Superindo Jalan Sudirman, Jogja. 

Untuk mencapai kesuksesan semacam ini tentu tidak semudah membalikkan tangan. Banyak proses dilalui suami Elisabeth ini. Suka dua ia alami dengan tetap fokus pada usahanya itu.

Jogja menjadi pilihan Pambudi membuka usaha, karena sejak awal ia sudah yakin bakal berjaya seperti sekarang dengan melihat sisi konsumen di Kota Pelajar yang begitu melimpah yakni pelajar dan wisatawan.

Spesial
Sebelum membuka usaha kue pukis ini, Pambudi menyempatkan diri melakukan survei kecil-kecilan ke berbagai tempat. Namun, ia tidak kunjung menemukan kue pukis yang istimewa dan spesial. “Kebanyakan orang menganggap kue pukis hanya makanan biasa, makanya saya ingin ada yang spesial dalam kue pukis,” tuturnya.

Kata spesial itu diwujudkan dengan berbagai cara. Mulai dari gerobaknya yang tampak mewah, alat-alat untuk mencetak pukis yang didatangkan dari Jawa Timur, kemasan menarik, sampai soal rasa yang lezat.

Pambudi tidak ragu-ragu berbelanja bahan baku yang harganya mahal, asalkan berkualitas. Termasuk pemilihan telur kampung yang diperoleh dari pasar tradisional Jogja dan Solo. “Rasa pukis yang dibuat dari telur kampung dan lehor itu beda, kampung lebih enak,” sela Elisabeth yang duduk di samping suaminya.

Di Pukis Mirota, Pambudi menyajkan tujuh macam rasa antara lain rasa cocostik, keju, pandan, pisang, nanas, kismis, dan coklat. Harganya mulai dari Rp2.000 hingga Rp2.500 per buah.

Dalam sehari, dari tiga counter kue pukis, Pambudi mampu menjual lebih dari 1.000 pukis. Keuntungan bersih mencapai 20-30%. Setiap tahun, jumlah pembeli semakin meningkat. “Dari tahun pertama, sampai sekarang rata-rata meningkat 20 persen. Target saya setiap tahun bisa meningkat paling tidak 10 persen,” kata Pambudi, mantap.

Hanya Rp10 juta
Juragan kue pukis yang juga sukses yakni Tosir. Lelaki asal Kebumen, berusia 33 tahun ini sudah empat tahun mendirikan usaha kue pukis di Jogja. Ia mengawalinya di Toko Progo empat tahun silam, sewaktu salah satu pusat perbelanjaan di Jogja itu belum dirombak seperti sekarang. “Awal-awalnya sangat ramai, usaha saya pada saat itu sedang bagus-bagusnya,” ujar Tosir.

Sayangnya, saat itu Tosir belum kepikiran untuk mengembangkan pukisnya di tempat lain. Ia bahkan membuat dan menjualnya sendiri di dekat pintu masuk Progo selama dua tahun. Namun, berhubung Toko Progo dipindah, kue pukis bernama Mang Tosir itu mengalami penurunan jumlah konsumen.

Sejak itulah, Tosir membuka cabang di lima tempat yakni Superindo Babarsari, Carefour di Maguwoharjo, Mirota Gejayan, Mulia Godean dan Giant Godean dengan harapan mampu menjual lebih banyak sehingga keuntungan pun bertambah. “Kalau cuma mengandalkan satu saja kan repot, bisa rugi saya,” tambahnya.

Membuka cabang, berarti mencari pegawai. Tosir lantas merekrut tujuh pegawai yang bekerja secara bergantian. Atas ketekunan meng-handle enam counter kue pukis, dalam sehari Tosir mampu meraup omzet hingga Rp2 juta, dengan keuntungan bersih 25 persen dari omzet. Padahal modal pertama hanya Rp10 juta saja.

Keberhasilan lelaki yang tinggal di Munggur, Godean ini tentu bukan datang secara tiba-tiba. Konon, sewaktu masih bujang, Tosir belajar membuat pukis dari kakaknya yang berada di Makassar. Tosir sangat gemar merantau, seperti ke Kalimantan dan kota lain di Indonesia.

Sambil merantau, ia mencari sesuap nasi dengan berjualan kue pukis. Namun, begitu menginjakkan kaki di Jogja, Tosir mulai jatuh cinta dengan Kota Gudeg ini. Sejak itulah, ia mengajukan izin pendirian counter kue pukis di Toko Progo.

Menurut Tosir, bergelut di bidang kuliner yang terpenting adalah konsisten, disamping menjaga kualitas rasa. Apabila kualitas bagus, konsumen tidak akan dirugikan, begitu mencoba sekali, ia akan kembali lagi.

Tosir sering mewanti-wanti kepada anak buahnya supaya profesional dalam berjualan. Jika tidak, usaha akan terkendala, karena pegawai-lah yang berhubungan langsung dengan konsumen. Sebelum diterjunkan menjaga counter, biasanya Tosir mengajari anak buahnya membuat pukis. Dalam dua minggu, ‘kursus’ membuat pukis dinyatakan  lulus. “Jadi pedagang itu juga nggak mudah, harus luwes dan wangun,” katanya. Tosir menjual kue pukisnya dengan harga Rp1.500 per buah dengan sajian rasa keju, coklat, pandan, kacang dan stroberi.(Wartawan Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

HARJO CETAK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya