SOLOPOS.COM - Ilustrasi rokok (JIBI/Solopos/Antara/Dok.)

Solopos.com, JAKARTA — Seruan Gubernur DKI Jakarta No. 8/2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Rokok dinilai makin menambah tekanan bagi Industri Hasil Tembakau (IHT) dan juga industri ritel secara umum.

Salah satu poin utama seruan ini adalah larangan memasang reklame dan display rokok, termasuk juga memajang kemasan produk rokok di tempat berniaga. Kebijakan penindakan juga telah dilakukan oleh pemerintah kota Jakarta Barat dengan menutup stiker, poster, sampai menutup rak pajangan produk rokok.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta mengatakan kebijakan tersebut kurang tepat dan tidak beralasan. Kebijakan tersebut dia nilai memperlakukan produk IHT sebagai barang ilegal.

“Padahal sebelum ini juga sudah sangat dibatasi dan kami semua patuh. Semua sudah ada aturan perdagangannya termasuk kewajiban seperti pajak yang kami patuhi,” kata Tutum melalui siaran pers seperti dilansir Bisnis.com, Rabu (22/9/2021).

Baca Juga: Rezeki Nomplok, Nasabah BRI Unit Pabelan Raih Honda Mobilio dari Undian Simpedes

Menurutnya, larangan menampilkan produk IHT dan zat adiktif akan menekan roda perekonomian yang saat ini masih jauh dari kata normal.

Selain itu, Sergub juga bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi yakni PP No. 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang menyatakan bahwa produk rokok yang sah dan secara legal mendapatkan kepastian untuk dijual jika sudah memenuhi ketentuan yang diatur seperti kemasan, kandungan produk, perpajakan, dan rentetan aturan lainnya.

“Kami juga tidak sembarangan menjual di mana saja, harus jauh dari tempat ibadah dan jangkauan anak-anak,” kata Tutum.

Dia juga menyayangkan seruan ini dikeluarkan tanpa sosialisasi, sehingga banyak pelaku usaha yang terkejut dengan kebijakan ini. Tutum juga berharap kebijakan ini dicabut, sebab keputusan ini juga bisa memberikan sentimen buruk bagi kepastian berusaha secara garis besar.

Baca Juga: BI Sebut Transaksi Uang Elektronik per Agustus 2021 Tembus Rp24,8 Triliun

Proses Kajian

Ketua Departemen Minimarket Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) Gunawan Baskoro mengatakan seruan gubernur ini akan makin menekan kinerja ritel secara keseluruhan.

Seperti yang diketahui ritel di segmen toko swalayan, kelontong, hypermarket, dan department store sudah banyak yang berguguran sepanjang pandemi. Tidak kurang ada lebih dari 1.500 gerai yang sudah tutup permanen sepanjang dua tahun terakhir. “Kami sudah tunaikan semua kewajiban, bukannya didukung malah makin ditekan,” kata Gunawan.

Dia menyebutkan kondisi ritel nasional juga belum menunjukkan tren pemulihan. Selain itu, industri sektor ritel juga minim insentif. Seperti yang diketahui Aprindo dan Kadin Indonesia baru saja melakukan dialog resmi dengan Presiden Joko Widodo awal bulan September terkait hal tersebut. Namun, Gunawan mengatakan pemerintah belum memberikan tanggapan lanjutan karena masih dalam proses kajian.

Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) Joko Setiyanto mengatakan seruan ini juga akan berdampak pada sektor perdagangan eceran kecil seperti di pasar tradisional dan warung kelontong. Dia menyebutkan rokok merupakan salah satu komoditas utama yang diperdagangkan Menurut Joko, kebijakan ini justru mengabaikan upaya percepatan pemulihan ekonomi masyarakat yang terpukul oleh pandemi Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya