SOLOPOS.COM - Bangunan XT Square (JIBI/Harian Jogja/Abdul Hamied Razak)

Bangunan XT Square (JIBI/Harian Jogja/Abdul Hamied Razak)

JOGJA—Pasar Seni Kerajinan dan Kerajinan Yogyakarta (PSKY) atau XT Square yang dibangun dengan tujuan menjadi pusat kerajinan justru saat ini menjadi beban Pemerintah Kota Jogja.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pasalnya, meski sudah diserahterimakan kepada Pemkot Jogja pada akhir 2011 lalu, sampai saat ini, baik pihak eksekutif maupun legislatif belum mendapat titik temu soal bentuk pengelolaan XT Square. Proyek bernilai miliaran rupiah itu belum bisa dioperasikan akibat tekendala payung hukum.

Bahkan, selama enam bulan, Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah (DBGAD) Kota Jogja harus mengeluarkan dana tidak sedikit untuk memelihara gedung tersebut. Untuk tagihan listrik, misalnya, Pemkot rata-rata mengeluarkan dana sekitar Rp10 juta. Biaya pemeliharaan yang tidak sedikit tersebut justru membebani APBD Kota Jogja, karena XT Square belum beroperasi.

“Dalam enam bulan ini, biaya pemeliharaannya mencapai Rp100 juta lebih. Tidak hanya listrik, tetapi juga pemeliharaan lainnya,” jelas Kepala DBGAD, Hari Setya Wacana kepada Harian Jogja, kemarin (7/6).

Padahal untuk membangun proyek itu Pemkot mengucurkan dana miliaran rupiah. Dahulunya lahan yang digunakan XT Square adalah bekas Terminal Umbulharjo. Saat ini saja diperkirakan aset tanah dan bangunan ditaksir sekitar Rp113,6 miliar.

 

Hari mengaku tidak tahu kapan XT Square itu dioperasikan. Menurutnya, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang mengetahui persis rencana tersebut.

Sayangnya, saat dikunjungi Kamis (7/6), baik Kepala Bappeda Eddy Muhammad maupun Kepala Bidang Perencanaan Purnomo, tidak ada di tempat. Mantan Kabid Perencanaan Bappeda Wasiso pun enggan memberi tanggapan, dengan alasan saat ini posisinya berbeda. Saat ini, Wasiso sebagai Kepala Bagian Pengendalian Pembangunan Pemkot Jogja.

Menurut Anggono, tenaga promosi dan pemasaran XT Square yang ditunjuk Bappeda, selama 2011 untuk menangani promosi PSKY, sampai saat ini belum ada kejelasan kapan XT Square dioperasikan.

Di XT Square, jelas dia, terdapat 264 kios kerajinan, 13 stan kuliner dan 20 pertokoan untuk ditawarkan dan dijadikan lokasi penjualan.

“Namun, selama belum ada kejelasan soal bentuk pengelolaan XT Square, kami tidak pernah menerima penawaran sewa menyewa stan-stan yang tersedia. Meski warga yang tertarik untuk menempati kios-kios tersebut melebihi kuota yang ada,” jelasnya kepada Harian Jogja, di kantor Bappeda.

Awalnya, kata dia, konsep operasional XT Square sudah disiapkan secara matang. Dia mengatakan, sebelum pemilik menempati kios/stan/toko di lokasi tersebut, ada verifikasi yang dilakukan oleh tim untuk mengecek keberadaan sang calon. “Setiap surat penawaran yang masuk, akan dicek ke lapangan. Itu dilakukan untuk memastikan si pengusaha benar-benar ada, bukan abal-abal. Kalau tidak buka selama tiga bulan, izinnya kami cabut dan diberikan kepada orang lain,” tukasnya.

Beda Pendapat

Sayang, konsep yang sudah dirancang sejak kepemimpinan mantan Walikota Herry Zudianto tersebut sampai saat ini belum terealisasi karena belum ada kata sepakat, baik pihak eksekutif maupun legislatif terkait bagaimana bentuk pengelolaan XT Square. Hingga kini, Pemkot berkukuh, XT Square dikelola lewat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Ketua Komisi C DPRD Jogja Zuhrif Hudaya menyatakan, persoalan kapan XT Square akan dioperasikan sebenarnya hanya menunggu keberanian dari Wali Kota Jogja Hariyadi Suyuti. Sudah banyak opsi yang ditawarkan, dari membentuk Unit Pelaksana Tekhnis (UPT) hingga pengelolaan oleh pihak ketiga. Pembentukan UPT, katanya, bisa menjadi jalan tengah dan memiliki risiko kecil dibandingkan pengelolaan lewat BUMD.

“Kalau komunikasi Walikota dengan fraksi-fraksi di Dewan mentok, seharusnya komunikasi terus dilanjutkan. Pembentukan UPT bagi saya paling bijaksana. Tinggal menunggu keberanian dari Walikota, mau memilih opsi yang mana? Itu saja,” jelas Zuhrif.

Bila Pemkot ngotot agar XT Square tetap dikelola oleh BUMD, terang dia, Pemkot perlu mempersiapkan sejumlah hal, yakni pemisahaan aset dan penyertaan modal. Mengingat, katanya, penyertaan modal yang diberikan mencapai Rp113 miliar. Selain itu, Pemkot perlu menyiapkan draft Raperda terkait itu, termasuk juga melakukan revisi soal BUMD. “Dan itu butuh waktu lama, bisa dua sampai tiga bulan,” ungkapnya.

Pendapat berbeda disampaikan Walikota Jogja Hariyadi Suyuti. Orang nomor satu di Pemkot Jogja itu mengatakan, operasional XT Square tergantung cepat tidaknya pembahasan oleh Dewan.

Pihaknya sudah menyiapkan pengelolaan, termasuk direksi BUMD. Dia menyanggah, bahwa muncul opsi pembentukan UPT untuk mengelola XT Square. “Belum ke arah sana [UPT], tapi melalui BUMD. Kami sudah menyiapkan semuanya, sekarang tergantung dari Dewan. Ya, sebulan ke depan kami harapkan masalah ini bisa selesai,” kata Hariyadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya