SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Keberadaan pasar tradisional yang khas di Jogja kondisinya cukup memprihatinkan. Keberadaan pasar masih dipandang sebelah mata, meski hanya menjual barang yang khas.

Sudah terbebani persoalan persaingan penjualan, pedagang pasar tradisional juga kerap terintimidasi dari kelakuan oknum yang tidak bertanggungjawab, mulai dari upaya relokasi pasar, pengambil alihan lahan hingga menjadi anak tiri dalam berbagai bantuan pasar.

Promosi Ijazah Tak Laku, Sarjana Setengah Mati Mencari Kerja

Kepada Harian Jogja, Selasa (19/6), Waldi Trisno Utomo, anggota Gabungan Pedagang Perantara Sepeda Yogyakarta (Gappsta) mengungkapkan jika pedagang pasar tradisional kerap mendapatkan prilaku yang tidak senonoh dari oknum.

“Kami bahkan pernah mendapatkan ancaman untuk dipaksa pindah berjualan ke lain tempat, namun kami menolak,” jelas Waldi.

Waldi menjelaskan jika posisi pasar sepeda Gappsta di Pugeran memang cukup strategis karena berlokasi tepat di depan lingkungan sekolah dan di seberang jalan besar MT.Haryono. Pasar sepeda Gappsta telah berdiri semenjak 1967 di atas tanah milik Kesultanan.

Melihat tempat yang strategis ini, banyak oknum yang tertarik untuk menjadikan pasar sebagai pasar modern, perkantoran, hingga fasilitas umum seperti kantor polisi dan juga lokasi halte Trans Jogja.

“Kami bersedia pindah jika Sultan yang memerintahkannya. Sama seperti ketika kami ada ditempat ini,” jelasnya.

Pasar sepeda Gappsta Pugeran merupakan pasar sepeda yang pertama kali didirikan di Jogja pada era itu. alam perjalanannya, pasar ini telah mengalami berbagai perputaran sejarah. Beberapa pejabat tinggi sekelas lurah, camat, kerap berkunjung ketempat ini untuk membeli sepeda.

Bahkan, dalam perkembangannya saat ini, nama pasar sepeda Gappsta Pugeran juga menjadi identitas Jogja sebagai kota sepeda. Banyak penghobi dan penggemar sepeda tua dari luar kota Jogja yang mampir ke tempat tersebut untuk mencari sepeda onthel tua.

Obral Janji
Salah satu pasar tradisional yang khas di Jogja adalah Pasar Tela. Pasar ini juga harus banting tulag untuk bertahan di tengah modernisasi. Titik Fatimah, Ketua Paguyuban Gaya Baru Pasar Telo Karangkajen mengatakan, semenjak dibangun 1958, pasar ini selalu dijanjikan akan diperbaiki oleh pemerintah.

“Tapi semua itu hanya obral janji,” katanya Selasa (19/6).

Pemerintah berjanji akan merenovasi pasar ini pada tahun ini. Namun, sampai detik ini rencana itu tak kunjung terealisasi.

“Sejak 2004, sebenarnya mereka sudah janji untuk merenovasi bangunan. Tetapi mana buktinya. Hingga saat ini kami tidak mendapatkan sepeser pun bantuan dari pemerintah,” kata Titik.

Kondisi pasar kebanggaan Jogja ini sudah rusak. Pada 2004 pun pemerintah berjanji akan memperbaiki pasar. Namun sampai saat ini tak terealisir. Padahal, terdapat beberapa bagian bangunan yang terancam roboh sewaktu-waktu.

“Pada 2006, katanya anggaran renovasi pasar sudah turun. Tetapi kami justru kecewa karena anggaran tersebut malah diberikan ke Pasar Talok yang baru saja direnovasi,” ungkap Titik kecewa.

Dia merasa pasar tradisional sering menjadi bancakan proyek para pejabat. Tak sabar menunggu kiprah pemerintah, para pedagang berusaha mandiri. Secara swadaya, pedagang membangun sarana sendiri seperti toilet dan masjid.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya