SOLOPOS.COM - Mantan Panglima Komandan Daerah Militer IV Diponegoro, Mayor Jenderal Hardiono Saroso JIBI/Solopos

Mantan Panglima Komandan Daerah Militer IV Diponegoro, Mayor Jenderal Hardiono Saroso
JIBI/Solopos

SEMARANG-Mantan Panglima Komandan Daerah Militer IV Diponegoro, Mayor Jenderal Hardiono Saroso, mengaku bangga terhadap 11 anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang diduga sebagai pelaku penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Saya hormat, bangga kepada 11 prajurit Angkatan Darat yang saat ini sedang menjalani pemeriksaan,” ujar Hardiono, seusai serah terima jabatan Panglima Daerah Militer IV Diponegoro, di Semarang, Rabu (10/4).

Hardiono yang dilepas melalui upacara di halaman markas Kodam selanjutnya akan bertugas sebagai Staf Ahli Kepala Staf Angkatan Darat.

Ekspedisi Mudik 2024

Bentuk kebanggaan itu, menurut Hardiono, ia akan mempertaruhkan jabatan, karier, dan pangkat untuk 11 prajurit yang saat ini sedang menjalani pemeriksaan oleh polisi daerah militer. Ia menyatakan harus memberi contoh kepada para prajurit dengan tidak memikirkan lagi pangkat dan jabatan untuk menjaga soliditas.

Jenderal bintang dua itu menegaskan sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan para bawahannya itu. ”Itu bentuk solidaritas yang tak tergoyahkan,” ujar Hardiono.

Dalam wawancara kepada wartawan, ia juga menjelaskan tentang jiwa korsa bagi militer. Menurut Hardiono, jiwa korsa semua prajurit di dunia hanya satu, kehormatan prajurit secara terhormat untuk menjaga kedaulatan negara. Bahkan, ia menjelaskan, pengalaman kehormatan prajurit dalam sejumlah operasi militer yang menunjukkan anak buahnya yang gugur di medan tempur hanya mengalami luka tembakan. “Mereka tak pernah mati karena dipukul.”

Ia menilai 11 anggota kopasus sebagai orang yang bersikap kesatria dan menjunjung kejujuran korps Angkatan Darat. “Itu sesuai apa yang sering saya katakan, hidup adalah pilihan. Jangan pernah memilih tengah, karena itu bukan pilihan,” katanya. “Berani menentukan pilihan meski nyawa taruhanya,” Hardiono menegaskan.

Ke depan, ia meminta polemik kasus Cebongan ini harus segara dihentikan. Proses hukum sudah berjalan, kata dia, serta terbuka bagi masyarakat untuk mengikutinya.
Setelah benar-benar melepaskan jabatan Pangdam, Mayjen Hardiono Saroso mengikuti lepas sambut dengan jajaran Kodam IV Diponegoro. Hardiono diberi hadiah spesial, yakni keris. Ia juga sempat dipanggul sejumlah anggota TNI.

Adapun, Panglima Kodam IV/Diponegoro Mayor Jenderal Sunindyo mengatakan siap menjunjung tinggi dan menjaga kehormatan Kodam IV/Diponegoro.

Ia juga mengharapkan partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban Jawa Tengah serta DIY. “Menjaga keamanan bukan hanya tugas TNI dan kepolisian,” katanya.

Terpisah, 12 penasihat hukum bakal mendampingi sebelas anggota Kopassus tersangka penyerangan. “Ke-12 Penasihat hukum ini berasal dari Markas Besar TNI,” kata Kepala Penerangan Kodam IV/ Diponegoro Kolonel Widodo Raharjo di Semarang.

Menurut dia pendampingan terhadap tersangka tersebut sudah mulai dilakukan sejak pemeriksaan awal. Ia menuturkan tim penasihat hukum ini diketuai oleh Kolonel (CHK) Rohmat.
Adapun proses pemeriksaan terhadap kesebelas pelaku, lanjut dia, masih terus dilakukan oleh tim penyidik di markas Pomdam IV/ Diponegoro.

Terbuka

Menteri Pertahanan Poernomo Yusgiantoro mengatakan Pengadilan Militer kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan yang melibatkan anggota Kopassus dilakukan secara transparan dan terbuka bagi publik. “Jadwal juga akan diketahui publik,” kata Poernomo di UPN Veteran Surabaya, Rabu.

Keterbukaan itu diperlukan agar publik bisa mengikuti kasus yang sempat menjadi perhatian publik nasional, bahkan internasional itu. “Sehingga bisa memahami betul bahwa proses yang terjadi di pengadilan militer itu transparan dan terbuka,” katanya.

Purnomo juga menegaskan, para pelaku penyerangan adalah anggota militer aktif. Karenanya, kata dia, proses hukum yang diterapkan harus mengikuti aturan militer. “Kalau militer TNI melakukan pidana, maka dia diadili dalam peradilan militer,” katanya.

Dia mengimbau masyarakat tidak memaksakan untuk membawa kasus tersebut ke peradilan umum atau membuat Dewan Kehormatan Militer. “Diselesaikan saja dengan pidana KUHP dan di peradilan militer. KUHP dan KUHPM itu dilakukan secara transparan terbuka dan bagi publik agar mengetahui prosesnya,” ujarnya.

Peradilan militer, menurut Poernomo, lebih berat sanksinya. Sebab pelaku tak hanya mengikuti KUHP tapi juga KUHPM. Saat ini, kata Poernomo, ada tiga tim yang masuk melakukan penyelidikan dan penyidikan yakni Komnas HAM, Kepolisian dan TNI. “Dari kami juga sudah jelas. hasilnya juga sama. Pelakunya ada 11 oknum TNI. Silakan kalau ada kemudian, mau ditindaklanjuti kemungkinan ini dan itu,” kata Poernomo.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya