SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi Lapas Cebongan JIBI/Harian Jogja/Gigih M Hanafi

Foto Ilustrasi Lapas Cebongan
JIBI/Harian Jogja/Gigih M Hanafi

JAKARTA-Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) TNI AD, Mayjen TNI Agus Sutomo, menegaskan tak ada pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam kasus penyerangan LP Cebongan, Sleman, Jogja yang terjadi pada Sabtu (23/3) lalu, yang mengakibatkan empat tahanan tewas.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Tidak ada pelanggaran HAM. Yang ada pelanggaran anggota. Jelas?” kata Agus seusai acara syukuran HUT ke-61 Kopassus di Makopassus, Cijantung, Jakarta Timur, Selasa (16/4).

Seluruh anggota satuan Kopassus di Indonesia ialah anak buahnya. Oleh karena itu, sebagai komandan tertinggi Pasukan Baret Merah tersebut Agus kembali menyatakan dirinyalah yang paling bertanggung jawab. “Satuan Kopassus itu semua anak buah saya. Saya yang paling bertanggung jawab,” tegasnya.

Namun, jika ada prajuritnya yang salah akan mendapat sanksi secara adil. Di balik kesalahan para prajurit itu ada pesan moral untuk kepentingan masyarakat lebih besar. “Semua warga negara harus merasa memiliki Kopassus, Kopassus adalah aset negara. Tidak boleh ada yang mengganggu Kopassus karena Kopassus adalah senjata negara,” kata Agus.

Di tempat yang sama, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono, menegaskan kepada pihak-pihak yang menilai bahwa aksi 11 personel Kopassus telah melanggar HAM untuk tidak melihat satu arah.

“Yang bilang pelanggaran HAM itu coba kalian lihat CCTV. Itu lihat, orang bebas masuk ke mana saja, kok malah digebukin, sampai mati pun diseret. Itu pelanggaran HAM,”ujarnya.

Terpisah, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) memanggil mantan Kapolda Daerah Istimewa Yogyakarta Brigjen Pol Sabar Rahardjo untuk memberikan sejumlah klarifikasi terkait kasus Cebongan.

“Sudah kami surati dan kami panggil besok [hari ini di Kantor Kompolnas]. Beliau [Sabar Rahardjo] sekarang ada di Jakarta. Kami minta klarifikasi benar atau tidaknya dan juga ada indikasi pembiaran dari polisi setempat,” kata Komisioner Kompolnas, Edi Saputra Hasibuan, Selasa.

Adapun sejumlah klarifikasi itu adalah untuk meluruskan isu-isu yang berkembang saat ini, seperti sebutan labelisasi preman, dugaan pembiaran dari kepolisian DIY, dan pemecatan yang tidak jelas. Kompolnas juga meminta kepada mantan Polda DIY itu untuk membuat surat pernyataan tentang empat korban yang dititipkan di LP Cebongan.

Pada pekan lalu, empat keluarga korban mengunjungi kantor Kompolnas. Mereka membantah sebutan “preman” kepada anggota keluarganya. “Indikasi dari preman itu apa?” kata mereka.

Sementara itu, Victor (kakak kandung dari korban Yohanes Juan) menyesalkan adanya pernyataan dari mantan Kapolda DIY yang menyebutkan bahwa Bripka Yohanes Juan telah dipecat sejak dua tahun lalu karena kasus narkoba. “Dia masih aktif dan belum dipecat. Ini saya masih punya slip bukti gaji dari Juan bulan lalu [Maret],” katanya.

Sebelumnya, Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala mengatakan prihatin dengan kasus tersebut. Oleh karena itu, dia mengharapkan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri bisa ikut berpartisipasi dalam kasus tersebut terlepas dari penanganan oleh tim investigasi TNI AD.

Propam harus turun tangan, sehingga diharapkan tidak menjadi divisi yang hanya tajam ke bawah, tetapi juga tajam atas.

“Dengan kata lain, terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pimpinan polda setempat itu saya kira harus diverifikasi agar kemudian dugaan Polri yang melakukan pembiaran, cuci tangan, cari selamat, itu bisa dibantah,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya