SOLOPOS.COM - Lahan yang rencananya digunakan sebagai lapangan golf di Desa Keden, Kalijambe, Sragen. (Moh. Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Lapangan golf Sragen, harga tanah di Keden, Kalijambe melonjak seiiring rencana pembangunan lapangan golf.

Solopos.com, SRAGEN–Harga tanah di Dusun Keden Kulon, Desa Keden, Kecamatan Kalijambe merangkak naik seiring datangnya rencana pembangunan lapangan golf seluas lebih dari 100 hektare di lokasi tersebut.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

”Sebelum ada rencana pembangunan lapangan golf itu, harga tanah di lokasi sekitar 20.000/meter. Setelah ada rencana pembangunan lapangan golf, harga tanah terus merangkak naik. Sekarang, harga tanah paling rendah Rp85.000/meter yang berlokasi di dekat Kali Cemoro. Kalau lokasinya di dekat jalan, harganya bisa Rp100.000/meter [kenaikan lima kali lipat dari Rp20.000/meter],” kata tokoh masyarakat Desa Keden, Samuji, 43, yang tak lain mantan kepala desa (kades) setempat saat ditemui wartawan di rumahnya, Minggu (31/1/2016).

Pembangunan lapangan golf itu direncanakan konsorsium saat Samuji masih menjabat sebagai Kades Keden, tepatnya pada 2012 lalu. Saat itu, Samuji ditunjuk konsorsium sebagai panitia lokal pengadaan tanah. Pembangunan lapangan golf itu menelan lahan seluas sekitar 40 hektare di Dusun Keden Kulon, Desa Keden, Kecamatan Kalijambe, Sragen dan sekitar 60 hektare di Dusun Klodran, Desa Pulutan, Kecamatan Nogosari, Boyolali. ”Dari 40 haktare lahan di Desa Keden yang akan digunakan lapangan golf, 35 hektare di antaranya sudah dibebaskan. Sekarang tersisa 5 hektare yang belum dibebaskan,” jelas Samuji.

Samuji mengaku tidak tahu mengapa proses pembebasan lahan terhenti sejak setahun terakhir. Padahal, sebagian warga sudah bersedia menjual lahan asalkan dengan harga yang sesuai keinginan.
”Warga sudah menyambut baik dengan bersedia menjual tanah. Tapi, warga belum mendapat kepastian dari investor. Sekarang proses pembebasan tanah milik warga itu seakan digantung oleh investor,” kata Samuji.

Selama berlangsungnya proses pembebasan tanah, Samuji mengaku kerap didatangi para makelar tanah. Mereka datang tidak hanya dari Sragen, tetapi juga dari Solo hingga Sukoharjo. Beberapa di antara mereka mencoba membeli tanah langsung dari warga. Namun, upaya para makelar selalui menemui jalan buntu. “Mereka [makelar] sering datang ke rumah saya. Mereka ingin saya membantu mereka membeli tanah. Tapi, warga ingin tanah menjual langsung kepada investor. Kalau dijual lebih dulu ke makelar, warga selaku pemilik tanah bisa rugi. Investor juga rugi karena harus membayar lebih mahal kepada makelar,” ujar Samuji.

Narto, 45, warga setempat mengaku memiliki lahan lebih dari 8.000 meter persegi. Dia sudah beberapa kali didatangi perangkat desa setempat yang membujuknya untuk menjual tanah kepada investor. Akan tetapi, Narto selalu menolak karena lahan itu menjadi salah satu sumber penghidupan keluarganya.

”Itu adalah satu-satunya lahan milik saya. Sekarang saya tanami kencur dan aneka tanaman palawija. Kalau tanah itu saya jual, anak dan istri saya mau makan apa?” ujar Narto saat ditemui tak jauh dari lahannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya