SOLOPOS.COM - Warga melihat alat berat sedang merobohkan sebuah rumah milik warga di atas lahan Izin Penetapan Lokasi New Yogyakarta International Airport (NYIA), Desa Kragon II, Desa Palihan, Senin (8/1/2018). (Uli Febriarni/JIBI/Harian Jogja)

Alat berat robohkan rumah dan tanaman.

Harianjogja.com, KULONPROGO–PT Angkasa Pura I (PT AP I) selaku pemrakarsa proyek pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) kembali melanjutkan pembersihan lahan [land clearing], Senin (8/1/2018).

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

Kegiatan yang dilangsungkan di lahan Dusun Kragon II, Desa Palihan, Kecamatan Temon itu kembali diiringi protes warga penolak dan penindakan kepada para aktivis atau relawan penolak NYIA.

Land clearing sudah dimulai sejak sekitar pukul 09.00 WIB. Diawali dengan perobohan sebuah rumah berdinding merah muda milik warga bernama Abdi S. Tidak menunggu lama untuk sebuah alat berat membuat rumah yang berada di tepian jalan dusun tersebut menjadi rata tanah. Selanjutnya pengosongan dilakukan dengan merobohkan pohon yang ada di sana, terdiri dari pohon kelapa, bambu, pisang, dan jenis lainnya.

Ekspedisi Mudik 2024

Awalnya proses pembersihan lahan berlangsung tanpa kendala dan mulus, sesekali memang terdengar teriakan warga dan aktivis penolak NYIA dari halaman rumah mereka. Namun kemudian, keramaian muncul saat alat berat mulai merobohkan sebuah pohon yang diklaim merupakan milik warga penolak.

Seorang perempuan kemudian maju dan meminta kepada PT AP I memberikan penjelasan atas tindakan yang dinilainya ceroboh tersebut. Tidak terima penjelasan salah satu anggota tim PT AP I, perempuan berkerudung itu protes.

“Tidak ada yang katanya sudah dibayarkan, mana buktinya? Tidak ada buktinya dan saya belum menerima [ganti rugi]. Pengadilan opo? Tidak ada urusan sama pengadilan. Pokoknya sejak awal saya tidak mau appraisal, ini lahan dari orang tua saya,” tegasnya, di lokasi pengosongan, Senin.

Selain itu, protes dari warga lain yang juga menolak NYIA kembali muncul. Mereka berjalan mengikuti arah alat berat bergerak. Aparat kepolisian yang sudah berjaga membentuk barisan. Polisi wanita (polwan) beberapa kali mendapat giliran untuk berada di formasi depan, karena banyak kaum ibu penolak NYIA maju dan berteriak-teriak.

Salah satunya Ponirah, perempuan yang sempat menyatakan rela membangun tenda bila rumahnya dirobohkan ini berkali-kali berbicara dengan nada tinggi. Menurut dia, pengosongan lahan adalah bentuk tindakan pemerintah menyakiti warga. Dengan beragam tindakan yang dilakukan oleh pihak proyek, justru solidaritas antara warga penolak menjadi semakin kuat.

Titenono wektune nek sing kuoso murko, warga wis tersakiti. Sing bales sing kuoso, limang tahun dilarani neng nggone dewe,” teriaknya di hadapan aparat kepolisian yang terus berjaga.

Dalam kegiatan land clearing, berkali-kali aktivis mencoba menerobos barisan aparat dan ingin menghalangi kinerja alat berat, namun aparat berhasil mencegahnya. Warga yang melihat tindakan tegas aparat seakan mencoba melindungi aktivis dengan merangkul serta memeluk mereka.

“Rakyat kecil kalian tindas, begini kalian mau bangun bandara menindas rakyat kecil? Le nandur kui wis bertahun-tahun, sing duwe isih urip iki, ujuk-ujuk dirusak begitu,” protes seorang perempuan berbaju biru.

Tak ketinggalan seorang laki-laki yang bertopi dan berkaus hitam juga melontarkan pertanyaan dengan ekspresi marah, bercampur mata yang sudah berkaca-kaca menyiratkan kesedihan.

“Kalau keluarga yang dibeginikan bagaimana? Nurani kalian di mana? Punya Tuhan tidak? Rakyat siapa yang kalian bela?,” ujarnya, di lokasi yang sama.

Tak lama kemudian ada seorang aktivis merangsek dan mencoba menghalangi alat berat yang sedang melakukan perobohan pohon. Aktivis itu selanjutnya ditangkap dan dibawa ke luar arena perobohan tanaman. Tindakan itu diikuti oleh sejumlah orang lainnya. Cara aparat melakukan pengamanan di lokasi IPL NYIA itu mendapat kecaman. Karena terlihat dilakukan dengan cara menarik rambut, mendorong, dan menjepit aktivis dengan lengan mereka. Setelah mereka menjauh dari alat berat, mereka dilepas.

Salah seorang aktivis penolak NYIA, Tri Wahyu menuturkan, apa yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam melakukan pengamanan merupakan salah satu tindak kekerasan kepada sipil. Ia memperingatkan kepada kepolisian untuk mengingat peran Polri dalam kehidupan, yaitu mengayomi masyarakat.

“Polisi tidak boleh melakukan tindakan melanggar Undang-undang yang melarang bertindak dengan kekerasan. Ingat, seharusnya polisi adalah pelindung masyarakat,” kata dia.

Kepala Bagian Operasional Polres Kulonprogo, Komisaris Polisi Sudarmawan pada apel pengamanan satuan di halaman eks kantor PT Pembangunan Perumahan menyatakan, bahwa ada sejumlah standar operasional prosedur yang harus dilakukan dalam melakukan pengamanan di lapangan. Antara lain tidak membalas aktivis atau warga yang berteriak dan terus berada dalam formasi barisan yang ditentukan. Mereka baru boleh bergerak dan melakukan tindakan, saat ada warga atau aktivis yang mulai menghalangi kerja alat berat, melakukan pelanggaran pidana seperti melempar, memukul aparat.

Pimpinan Proyek NYIA PT AP I Sujiastono menyatakan, dalam proses land clearing kali ini, PT AP I sebagai pelaksana proyek hanya melakukan perobohan tanaman dan rumah warga yang tidak lagi dihuni. Rumah yang masih ada penghuninya tak dirobohkan. PT AP I menunggu warga penolak bisa dengan sadar meninggalkan rumah dan lahan IPL NYIA. Sementara itu, perihal tindakan yang dilakukan oleh para aktivis dan mahasiswa, ia memilih tak banyak berkomentar.

“Kami hanya menjalankan semuanya sesuai prosedur yang berlaku. Dalam Undang-undang dan aturan yang mengikutinya, tidak mengatur bagaimana ketugasan kami menghadapi mahasiswa,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya