SOLOPOS.COM - Railbus Batara Kresna terhenti di depan BTC karena ada mobil yang parkir sembarangan di rel, Selasa (28/3/2017). (M. Ferri Setiawan/JIBI/Solopos)

Lalu lintas Solo, uang jasa menggotong mobil yang parkir di sembarang tempat terindikasi pungli.

Solopos.com, SOLO — Sejumlah uang yang diberikan kepada penggotong mobil yang parkir di rel kereta api Jl. Mayor Sunaryo bisa dikategorikan pungutan liar (pungli). Dinas Perhubungan (Dishub) Solo meminta warga menghentikan praktik tersebut karena bisa menjadi sasaran penyelidikan Tim Saber Pungli.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Nominal uang yang diberikan pemilik mobil beragam mulai dari Rp100.000 sampai Rp200.000. Warga yang menggotong pun jumlahnya bervariasi bisa mencapai 15 orang tergantung jenis mobilnya. Mobil biasanya parkir di rel sehingga mengganggu perjalanan Railbus Batara Kresna. (Baca juga: 4 Mobil Parkir di Rel, Perjalanan Batara Kresna Mandek Sejam)

Kepala Bidang Perparkiran Dishub Solo, Moch. Usman, meminta warga menghentikan praktik tersebut. Ia mengimbau warga tidak memarkir mobilnya di rel dan saling mengingatkan soal mobil parkir di rel.

“Imbalan sejumlah uang seusai menggotong mobil bisa diindikasikan pungli. Masyarakat diimbau jangan melanjutkan praktik tersebut dan menghalau mobil yang hendak parkir di rel,” kata Usman, dalam rapat koordinasi Pencegahan Pelanggaran Parkir di Rel Kereta Api Jl. Mayor Sunaryo di kantor Dishub akhir pekan lalu.

Hal senada diungkapkan Kepala Dishub Solo, Hari Prihatno. Hari meminta masyarakat tidak menerima uang jasa menggotong mobil karena praktik itu termasuk pungli. “Itu bisa disebut pungli dan bisa jadi sasaran Tim Saber Pungli. Kami meminta masyarakat menghentikan hal itu,” kata Hari, saat ditemui Solopos.com di car free day di kawasan Sriwedari, Minggu (2/4/2017).

Menurut Hari, penanganan mobil yang parkir di rel butuh kepedulian warga dengan saling mengingatkan pengendara yang memarkir mobil di sana. “Kalau mobil parkir di sana terulang kembali berarti memang enggak ada kepedulian,” kata Hari.

Terpisah, Rambo, juru parkir di kawasan Jl. Mayor Sunaryo, mengatakan keberatan jika uang yang diterima ia dan warga lainnya disebut sebagai pungli. Penggotong mobil selama ini tak memasang tarif tertentu dan tidak meminta kepada pemilik mobil.

“Pernah ada yang ngasih Rp50.000 sambil uring-uringan. Trus ia dinasihati seseorang supaya menambah Rp50.000 lagi. Hla kalau Rp50.000 dibagi 15 orang apa ya pantas? Setiap orang hanya dapat Rp3.000,” kata Rambo, saat ditemui Solopos.com di Jl. Mayor Sunaryo, Minggu.

Ia menjelaskan upaya menggotong mobil itu pun disaksikan petugas keamanan dari PT KAI. Bahkan, masinis kerap ikut turun untuk membantu menggotong mobil.

“Kami menggotong juga karena kasihan kalau kereta api harus berhenti lama menunggu pemilik mobil keluar. Kalau mobil ditabrak, kereta api malah yang disalahkan,” ujarnya.

Ia berharap Pemerintah Kota Solo mensterilkan kawasan itu dari parkir di badan jalan. Selain warga tak perlu menggotong mobil ramai-ramai, arus lalu lintas di sana bisa lebih lancar.

“Saya justru lebih senang daerah sini dibebaskan dari parkir saja seperti perencanaan awal dulu. Tinggal bikin sarana pendukung seperti rambu dan pengeras suara seperti di perlintasan kereta api kalau di daerah tersebut dilarang parkir,” tutur Rambo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya