SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

“Kemana saja Kang Suto, lama ndak kelihatan… Biasanya clak-clok ke sini,” kata Pakdhe Harjo, begitu melihat kehadiran Suto di angkringannya, sambil klepas-klepus dengan rokok tingwe kegemarannya.

“Iya je, Pakdhe. Habis melakukan turnee… menyusuri jalur pantai utara Jawa… Weh, jalanannya pating gronjal, bergelombang dan banyak lobang… Kelihatannya ditambal sih, tapi tambalannya kok sajak sak-sake gitu…” jawab Suto sambil menempatkan diri di ujung bangku panjang angkringan Pakdhe Harjo itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di bangku itu ternyata sudah duduk Noyo dan Dadap. Sementara di belakang angkringan, Kang No tampak sibuk menyiapkan sejumlah pesanan dari para pelanggan setia angkringan Pakdhe Harjo, termasuk kelompok jagongan Suto_noyo dkk itu.

Ekspedisi Mudik 2024

“Kita ini sepertinya kok ndak pengen punya jalan mulus-mulus, kayak yang di luar negeri itu lho, Kang…” ungkap Dadap dengan nada sekenanya.

“Weleh, orang seperti dapurmu itu apa sudah pernah ke luar negeri ta, Dap…  Ke luar Jawa saja embuh-mbuhan sudah pernah apa belum…” sergah Suto.

“Ya belum sih, Kang… Kalau sekolah di luar negeri malah sering, maksudnya sekolah swasta, karena ndak pernah keterima di sekolah negeri… Lha ndak pernah lolos tes masuk…” balas Dadap yang kontan mengundang gelak tawa teman-teman di sekitarnya.

“Kowe kuwi pancen waluya kok Dap… waton sulaya… ha ha ha…” komentar Pakdhe Harjo sambil ngguyu kemekelen.

“Nanging pancen bener, Kang Suto… Kapan hari itu, saya pulang kondangan dari Jakarta. Tadinya bermaksud numpak sepur, eh pas harpitnas ndak kebagian tiket, terpaksa pake jalan darat, nebeng saudara… Wah, kepala jadi mumet akibat kerusakan beberapa ruas jalan itu… mana sering macet lagi… wis jan, kapok tenan aku…” sahut Dadap sambil srupat-sruput minum jahe anget kesukaannya.

“Harpitnas ki apa ta, Dap.. kok ana-ana wae kowe ki…” ujar Pakdhe yang sering tidak nyambung dengan bahasa terkini.

“Itu lho, hari kejepit nasional… Umpamanya, seperti pekan ini kan ada libur hari Kamis, tapi Jumatnya tetep masuk kerja. Banyak pegawai dan karyawan yang terus mbablas meliburkan diri pada Jumatnya, karena kejepit libur ta… Itu disebut harpitnas…” dadap mencoba menjelaskan.

“Eyalaah… ada-ada saja istilah orang zaman sekarang ini…” ujar Pakdhe sambil ngunandika.

“Udah gitu, sepeda motornya pating slerang, pating bleber, kan Dap… tiba-tiba mak nyuk melintas di depan kita tanpa ngasih tanda-tanda… persis kayak laler… Lengkap sudah penderitaan para pengguna mobil di jalan raya… Serbarepot benar…” Suto menambahkan.

“Whetul, Khang Sutho… wheghitulah… fuah… fuah… jaaan… phuedhese lomboke…” sahut Dadap sembari kepedasan setelah nglethus cabe rawit untuk mengiringi makan tempe gembus.

“Ya, begitulah potret sektor perlalulintasan di negeri ini… itu kan risiko makin banyaknya populasi kendaraan bermotor yang nyaris tidak terencana dengan baik… Itu terjadi karena sistem transportasi massal kita amburadul, tak tertata, sehingga rakyat mencari penyelesaian sendiri-sendiri dengan cara membeli mobil dan sepeda motor, sehingga lalu-lintas semakin tahun kian padat, sedangkan penambahan panjang jalan tidak seimbang… walhasil, ya… kemacetan luar biasa di mana-mana…” kata Noyo berusaha menganalisa.

“Walaaah, itu kan karena hasil lobi industri mobil dan sepeda motor kepada pemerintah agar jangan membikin sarana angkutan umum yang bagus… Lha kalau sistem transportasi nasional lancar, mobil dan motor yang mereka produksi jadi ndak laku, ngono…” serga Suto.

“Setuju, Kang Suto… Kayaknya memang ada permainan… Lha kan, pajak mobil juga naik terus, dengan jumlah mobil dan motor makin banyak, seharusnya pemasukan pemerintah juga banyak kan… kok jalanan ndak ditambah atau diperbaiki… Kayaknya disengaja ini…” tutur Dadap kian bersemangat.

“Kalau saya boleh komentar, kok ndak gitu ya kejadiannya… Lha tikna.. duwit pajaknya digarong sama Gayus dan kawan-kawannya itu, jadi ya, nuwun sewu, fasilitas yang untuk kepentingan masyarakat terpaksa dikorbankan…” celetuk Pakdhe Harjo tiba-tiba.

“Wah ya ndak gitu-gitu banget lah… Mungkin ada benarnya, tapi gak sedikit salahnya pendapat sampeyan-sampeyan itu… Yang jelas, pemerintah memang terlalu lamban dalam mengembangkan sistem transportasi massal di negeri ini. Tapi saya ndak yakin kalau itu hasil lobi industri mobil dan motor…” kata Noyo. “Seharusnya, pemerintah menggenjot kembali angkutan kereta api cepat antarkota maupun dalam kota, selain angkutan model busway yang berkapasitas besar sekali angkut itu. Juga yang penting saya kira adalah segi kenyamanannya.”

“Oh iya ya… Memang, di Jakarta, kalau turun dari pesawat atau kereta api, pilihan angkutan berikutnya sangat terbatas lho, cuma taksi yang paling nyaman, tapi kan mahal…” kata Dadap.

“Sebenarnya, kalau saja pemerintahan di daerah manapun di Indonesia mau, termasuk Jakarta sekalipun, mereka bisa lho mencontoh sistem transportasi antarmoda yang sudah diberlakukan di Jogja ini. Ini layak dikembangkan di kota lain lho…” ungkap Suto. “Begitu turun pesawat, misalnya, kita punya banyak pilihan untuk menuju pusat kota… Bisa naik kereta api, bus TransJogja, taksi, angkutan umum, ataupun omprengan, dan ojek sepeda motor…”

“Memang komplit sih, tapi justru kualitas angkutan di dalam kotanya masih perlu ditingkatkan, misalnya perlu disediakan angkutan cepat massal, biar warga ndak usah pada naik mobil maupun motor pribadi…” tambah Noyo.

“Kalau sudah begitu, mulailah dibatasi penggunaan kendaraan pribadi, pasti makin jos kota kita ini… Dan yang penting, ongkosnya tetep murah, biar terjangkau oleh siapapun… Tapi, dibiayai pakai duwit siapa ya…” ujar Dadap berinstropeksi.

“Ayak… duwite Mbahmu kuwi, Dap… ya pakai duwit hasil setoran pajak kita…” kata Pakdhe Harjo yang diikuti gelak tawa pelanggan angkringannya.

Oleh Ahmad Djauhar
Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya