SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI/Solopos/Antara)

Solopos.com, SOLO — Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menerima gugatan terkait pemulihan nama baik Soekarno. Kali ini, gugatan dilayangkan oleh Ketua Yayasan Maharya Pati, Murnanda Utama.

Murnanda Utama dan Deva Septana meminta MK mencabut Tap MPRS No. XXXIII/1967 tentang pencabutan kekuasaan pemerintah negara dari Presiden Soekarno melalui peninjauan kembali pada Tap MPR No. I/2003. Alasannya, Tao MPRS tersebut berisi tuduhan tentang keterlibatan Presiden Soekarno dalam G 30/S PKI yang sampai saat ini tidak dapat dibuktikan secara hukum.

Promosi BRI Borong 12 Penghargaan 13th Infobank-Isentia Digital Brand Recognition 2024

Bagian yang dipermasalahkan adalah Pasal 6 Tap MPRS No. XXXIII/1967 yang menyatakan persoalan hukum Soekarno dilakukan menurut ketentuan hukum dan menyerahkan pelaksanaannya kepada pejabat presiden. Tuduhan tersebut juga dianggap bertentangan dengan rangkaian peraturan pemerintah yang menetapkan Soekarno sebagai pahlawan nasional dan pahlawan proklamator.

Kutipan dari permohonan peninjauan tersebut disampaikan oleh Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Yayasan Maharya Pati, Hari Mulyadi, dalam konferensi pers pada Minggu (31/8/2014).

“Utamanya, kita berharap MK memerintahkan Presiden RI untuk membebaskan Soekarno dari persoalan hukum yang dituduhkan dalam Tap MPRS tersebut dan memulihkan nama baik Soekarno sebagai Bapak Bangsa Indonesia,” katanya.

Hari Mulyadi mengatakan dugaan keterlibatan Soekarno dalam G 30/S PKI memang telah berakhir secara hukum. Namun, Hari menegaskan pernyataan dari Presiden RI penting sebagai langkah politik untuk memulihkan nama baik Soekarno.

MK dijadwalkan menggelar sidang pendahuluan atas gugatan Murnanda dan Deva pada 5 Septermber 2014 dengan agenda mendengarkan permohonan penggugat. Gugatan terhadap Tap MPR No. I/2003 terkait rehabilitasi nama Soekarno sebelumnya telah diajukan oleh Rachmawati Soekarnoputri, Universitas Bung Karno, dan Partai Pelopor pada 2012.

Tap MPR No. I/2003 merupakan rangkaian keputusan MPR pasca reformasi mengenai status dan kedudukan puluhan Tap MPR/MPRS yang dikeluarkan selama masa pemerintahan Soeharto.

Para pegugat ketika itu mempermasalahkan langkah MPR menetapkan status einmalig (telah diselesaikan) atas Tap MPRS no. XXXIII/1967. Status tersebut, menurut para penggugat, memberikan stigma negatif kepada Soekarno.

Namun, MK memutuskan menolak mengadili permohonan hukum Rachmawati. Majelis hakim yang diketuai Akil Mochtar beralasan UUD 1945 tidak memberikan MK wewenang menguji Tap MPR.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya