SOLOPOS.COM - Guru SMAN 1 Sumberlawang, Sragen, merundung salah satu siswanya karena tak memakai jilbab. (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Solopos.com, SRAGEN — Kasus perundungan atau bullying terjadi kembali di sekolah Kabupaten Sragen. Setelah kasus serupa terjadi di salah satu SMA di Gemolong pada 2020 lalu. Kali ini dugaan kasus bullying tersebut terjadi di SMAN 1 Sumberlawang.

Hal tersebut menimpa salah satu siswa kelas X, S, yang dipaksa memakai jilbab oleh salah satu guru matematika, Suwarno. Tak hanya itu, korban dibentak-bentak di ruang kelas di hadapan seluruh siswa di kelas tersebut. Peristiwa ini terjadi pada Kamis (3/11/2022).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menyikapi hal tersebut pihak sekolah melakukan Deklarasi Sekolah Ramah Anak dengan mengundang Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati dan pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Jawa Tengah pada pada Rabu (9/11/2022). Namun deklarasi itu bukan solusi dari persoalan perundungan yang dialami S. Hal inilah yang kemudian dipersoalkan orang tua siswi tersebut.

Saat ditemui Solopos.com di rumahnya di Kecamatan Miri, Selasa (15/11/2022), orang tua S yakni AP, 47, menceritakan kasus perundungan tersebut terjadi  pada 3 November 2022. Saat itu Ap yang sedang berada di Solo tiba-tiba ditelepon anaknya, S, meminta dijemput di sekolah. S mengaku habis dimarahi oleh gurunya sambil mengirimkan rekaman perundungan si guru kepadanya.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Tak Berjilbab, Siswi SMAN 1 Gemolong Sragen Diintimidasi Pengurus Rohis

S kemudian pulang dijemput keluarganya yang lain. Saat AP tiba di rumah, sudah ada Kepala SMAN 1 Sumberlawang bersama wakil kepala sekolah dan guru yang melakukan perundungan, Suwarno. Dari cerita anaknya, AP mengetahui S dirisak oleh gurunya karena menjadi satu-satunya siswi yang tak berjilbab. Korban dibentak dan diminta bertaubat.

“Di hari yang sama, mereka [pihak sekolah] menjelaskan apa yang terjadi, terus meminta maaf. Saya maafkan, tapi harus ada solusi. Ada rencana pada Rabu (9/11/2022) akan dilakukan diskusi secara tertutup namun tidak jadi. Saya ada rekaman ketika bullying itu terjadi,” terang AP.

Ia meminta ada ruang diskusi tersebut karena sebagai orang tua ia hanya ingin memastikan anaknya bisa bersekolah dengan aman, nyaman, dalam sistem pendidikan yang dijanjikan oleh negara. Namun, ruang diskusi tersebut tidak diiyakan oleh pihak sekolah. Sebagai gantinya digelar Dekralasi Sekolah Ramah Anak yang menurut AP tidak membawa solusi terkait permasalahan yang terjadi pada anaknya.

Bahkan ketika mengunjungi masjid korban merasa ketakutan. Ia merasa menjadi pusat perhatian karena tidak memakai jilbab. “Setelah deklarasi tersebut saja, anak saya gantian dirundung oleh kakak kelasnya. Bahkan beberapa oknum guru hingga sekarang kerap menyebar pesan di grup Whatsapp kelas anak yang tidak pantas dikatakan oleh tenaga pendidik. Salah satunya menyebut generasi cengeng,” tambahnya.

Baca Juga: Siswi SMA Negeri di Sragen Dipaksa Pakai Jilbab, Ganjar Ancam Pecat Guru

Deklarasi tersebut hanya terkesan seremonial, tidak ada dialog. Padahal seharusnya, menurut AP, ada solusi bagaimana cara menangani kasus tersebut dan memberikan kesadaran kepada guru dan anak.

Deklarasi tersebut, dianggapnya juga tidak menyasar kepada pemasalahan yang terjadi. Tidak ada ruang dialog yang solutif yang dihadirkan pihak sekolah.

Korban Tak Sekolah

Korban sudah sepekan ini tidak masuk sekolah dan tidur larut malam. AP mengatakan pihak sekolah tidak ada yang menanyakan kabar anaknya. Namun, para siswa satu kelas yang berjumlah 34 siswa sempat mengunjungi rumahnya untuk memberikan surat menyemangati S.

“Saya merasa ruang dialog tersebut tidak ada padahal itu untuk memastikan masalah selesai. Untuk itu saya mengadukan pada bagian Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse Kriminal (Satreskim) Polres Sragen, untuk meminta ruang mediasi sehingga solusi atas masalah ini selesai,” terang AP yang berharap besar pemerintah serius menyikapi masalah ini.

Baca Juga: SMAN 1 Gemolong Sragen Janji Junjung Toleransi

Sementara itu, Kepala Cabang Disdikbud Jateng Wilayah IV, Sunarno, mengatakan guru yang bersangkutan sudah membuat permohonan maaf dan diketahui oleh para jajaran. “Ada pengawasan lebih lanjut, sebelumnya juga sudah di BAP [periksa] oleh dinas. Namun untuk masalah sanksi saya kurang tahu,” terang Sunarno saat dihubungi Solopos.com Senin (14/11/2022).

Ia mengatakan pihaknya dan sekolah sudah berkomitmen kasus tersebut tidak akan terulang lagi.

Sementara itu saat Solopos.com, mendatangi SMAN 1 Sumberlawang pada Selasa, pihak sekolah enggan memberikan keterangan, karena kepala sekolah sedang tak berada di sekolah. Kabarnya, kepala sekolah dan guru bersangkutan, yakni Suwarno, berdasarkan informasi yang dihimpun berada di Unit PPA Polres Sragen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya