SOLOPOS.COM - Ilustrasi Labihan Sesaji Sarangan (jawatimuran.wordpress.com)

Labuh sesaji Sarangan yang digelar setiap bulan ruwah memiliki legenda yang lahir secara turun temurun.

Madiunpos.com, MAGETAN – Satu di antara tradisi Nusantara yang masih hidup di Magetan Sarangan ialah labuh sesaji di Telaga Sarangan. Acara yang mampu mendatangkan ribuan wisatawan ini bahkan terus dikemas semenarik mungkin agar mampu berdampak ekonomi dan sosial.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Namun, tahukah bahwa lahirnya tradisi ini tak bisa dilepaskan dari  legenda sang penunggu Telaga Sarangan. Sejumlah sumber yang dihimpun Madiun Pos menyebutkan, tradisi ini lahir dan lestari sejak ratusan tahun silam. Masyarakat Sarangan setempat, terus menjalankan tradisi itusecara turun temurun hingga menjadi kekayaan budaya Nusantara saat ini.

Tradisi tahunan ini diadakan pada setiap Bulan Ruwah (Jawa), hari Jum’at Pon dengan prosesi utama Larung Tumpeng (Labuh Sesaji) ke Telaga Sarangan. Oleh Pemkab Magetan, acara ini lantas dikemas ulang hingga menjadi daya tarik wisatwan dan digelar pada hari libur.

Menurut mitos, Labuh sesaji dilakukan untuk memohon agar penunggu Telaga Sarangan tidak marah. Sebab, bila tidak dilakukan labuh sesaji, diyakini oleh masyarakat bahwa penunggu Telaga Sarangan akan marah sehingga membuat bencana alam di Sarangan khususnya.

Jamak diketahui, mitos si penunggu Telaga Sarangan ialah Kyai Pasir dan Nyai Pasir. Kedua orang itu konon muksa dan menjadi dua ekor naga raksasa yang menciptakan lahirnya Telaga Sarangan.

KLIK dan LIKE di sini untuk update informasi Madiun Raya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya