SOLOPOS.COM - CAGAR BUDAYA -- Rumah di sudut pertigaan Purwosari, Solo, yang sering disebut Omah Lawa ini termasuk salah satu cagar budaya yang terbengkalai. (JIBI/SOLOPOS/dok)

CAGAR BUDAYA -- Rumah di sudut pertigaan Purwosari, Solo, yang sering disebut Omah Lawa ini termasuk salah satu cagar budaya yang terbengkalai. (JIBI/SOLOPOS/dok)

SOLO – Langkah Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Solo untuk memulai proses labelisasi kawasan dan bangunan cagar budaya (BCB) pada tahun ini dinilai sejumlah kalangan terlalu prematur karena mendahului hasil kajian Tim Ahli Cagar Budaya (TACB).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ada kekhawatiran labelisasi itu dilakukan pada kawasan atau bangunan yang tidak tepat sehingga akan menjadi tidak efektif dan efisien jika nantinya harus mencabut label tersebut. Karena itulah, Pemkot diharapkan menunda dulu rencana tersebut sampai TACB selesai melakukan pengkajian dan hasilnya ditetapkan melalui surat keputusan (SK) oleh Walikota.

Ekspedisi Mudik 2024

“Labelisasi itu sangat bagus untuk mendukung upaya pelestarian cagar budaya dan saya sangat mendukung upaya itu. Tapi saat ini, TACB yang dibentuk berdasarkan UU No 11/2010 kan masih dalam proses pengkajian. Kalau menurut saya kok alangkah baiknya kalau Pemkot bersabar menunggu hasil kajian itu sehingga jelas dan pasti BCB apa saja yang harus dilabeli,” ujar Koordinator Komunitas Peduli Cagar Budaya Nusantara (KPCBN), Agus Anwari, dalam wawancara dengan Espos, Minggu (29/1/2012).

Diakui Agus, dalam labelisasi itu, Pemkot bisa saja menggunakan SK Walikota No 646/116/1/1997 tentang penetapan bangunan dan kawasan kuno bersejarah yang dilindungi UU No 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya sebagai landasan. Namun kekhawatiran tetap muncul terkait kemungkinan adanya bangunan atau kawasan dalam SK itu yang menurut UU No 11/2010 dan kajian TACB ternyata tidak masuk kategori cagar budaya.

“Misalnya tugu atau jembatan yang berdasarkan SK 646 masuk cagar budaya tapi berdasarkan kajian TACB tidak masuk. Jadi kalaupun Pemkot tetap mau melakukan labelisasi, sebaiknya untuk bangunan/kawasan yang statusnya meragukan disisihkan dulu,” kata Agus.

Ungkapan hampir senada disampaikan advokat yang juga anggota TACB Kota Solo, Suharsono. Suharsono, yang mengaku berbicara atas nama pribadi, mengatakan langkah Pemkot untuk melakukan labelisasi kawasan dan BCB pada tahun ini terlalu prematur.

“Saya tidak tahu pendapat anggota TACB yang lain, tapi saya pribadi menilai langkah ini kok terlalu prematur. Apa tidak sebaiknya labelisasi ini menunggu hasil kajian TACB yang akan ditetapkan dengan SK Walikota? Sehingga tidak timbul masalah di kemudian hari,” ujarnya.

Kabid Pelestarian Kawasan dan BCB, Mufti Raharjo, belum bisa dihubungi untuk menanggapi. Namun seperti diberitakan, proses labelisasi kawasan dan BCB akan dimulai tahun ini dengan anggaran senilai Rp230 juta.

Saat itu Mufti mengatakan untuk sementara akan mendasarkan penetapan kawasan dan BCB yang akan dilabeli pada SK Walikota No 646/116/1/1997 yang memuat sekitar 70 kawasan dan bangunan. Diakui Mufti itu memang SK lama berdasarkan UU lama namun legalitasnya masih diakui. Selain itu, kecil kemungkinannya ada di antara kawasan dan BCB yang tercantum itu akan dicoret.

JIBI/SOLOPOS/Suharsih

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya