SOLOPOS.COM - Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (JIBI/Solopos/Dok.)

Kurs rupiah yang terdepresiasi terhadap dolar AS membuat industri Jatim kelimpungan.

Madiunpos.com, SURABAYA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur tidak menampik bahwa industri lokal Jawa Timur memiliki ketergantungan yang besar terhadap bahan baku impor, khususnya industri logam dan plastik. Itulah pasalnya, industri Jatim sangat terpengaruhi depreasiasi nilai tukar kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Industri yang 50%  bahan bakunya tergantung pada impor, terkena dampak depresiasi paling besar. Terutama industri logam,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur Dedy Suhajadi, di Surabaya, Rabu (25/8/2015).

Padahal, lanjut dia, industri tersebut telah melakukan kontrak pembelian dengan luar negeri. Dengan kondisi nilai tukar kurs rupiah yang tergerus hingga Rp14.000 per dolar AS, mereka harus mengeluarkan dana yang lebih besar untuk biaya produksi.

Dia menjelaskan selain industri logam, industri plastik memiliki konten impor bahan baku yang cukup tinggi. Hanya saja, ketergantungan industri plastik terhadap impor jauh lebih kecil dibanding industri logam.

Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, dari Januari hingga Juni 2015, tercatat impor besi dan baja misalnya, mencapai US$ 685,920 juta. Realisasi tersebut turun sebesar 20% dibanding periode yang sama pada 2014 yang mencapai US$ 857,813 juta. Sementara impor plastik dan barang dari plastik juga sudah mengalami penurunan sebesar 13%, dari US$ 623,073 juta di semester I/2014 menjadi US$ 541,592 juta di semester I/2015.

Menurut Dedy, dengan adanya data penurunan impor bahan baku besi baja dan  plastik menjadi salah satu indikator kian melambatnya laju produksi industri yang bersangkutan. “Kalau industri yang ketergantungan terhadap bahan baku impor kurang dari 50%. Masih bisa tertolong, karena mereka bisa saja melakukan diversifikasi ke bahan baku lokal,” katanya.

Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur Sairi Hasbullah menyebutkan bahwa industri di Jawa Timur sedang dalam keadaan waspada. Kondisi impor yang turun drastis juga dinilai membahayakan iklim usaha. Pasalnya, usaha di Jawa Timur memang menggantungkan bahan baku impor, terutama besi dan baja dari Tiongkok.

“Impor turun signifikan menandakan sektor industri sedang  ada warning,” ujarnya.

Artinya, pelaku usaha membatasi pembelian bahan baku dari luar negeri sehingga mereka sudah barang tentu membatasi produksinya. Apabila impor semakin merosot, pengembangan industri dalam status waspada. Pasalnya, akan terjadi rasionalisasi industri manufaktur yang berdampak tidak hanya kepada proses produksi tetapi ke pemangkasan tenaga kerja.

BPS Provinsi Jawa Timur mencatat nilai impor Jawa Timur pada Juli 2015 senilai US$1,12 miliar atau anjlok 37,30% dibandingkan dengan impor bulan Juni yang mencapai US$1,80 miliar.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya