SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI/Bisnis)

Kurs rupiah untuk kerugian diredam dengan mengikuti ketentuan BI.

Harianjogja.com, JOGJA– Pelaku usaha travel agent di DIY mengaku siap memenuhi kewajiban transaksi menggunakan rupiah. Selain menjalankan ketentuan Bank Indonesia (BI). Kebijakan itu dinilai akan menghindarkan mereka dari potensi kerugian (losing) akibat perbedaan kurs.

Promosi Gonta Ganti Pelatih Timnas Bukan Solusi, PSSI!

Ketua Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) DIY, Udhi Sudiyanto menjelaskan, kebijakan BI tersebut dinilai justru melindungi industri pariwisata. Kebijakan tersebut juga akan menguntungkan pelaku usaha travel agent. Dia menambahkan, jika seluruh transaksi menggunakan rate Rupiah, maka travel agent mampu menghitung biaya yang dikeluarkan. Misalnya, menghitung tarif hotel, biaya makan, dan lainnya bisa langsung ditentukan nilainya.

“Nilai paket atau tarif yang kami jual kepada konsumen jadi lebih pasti. Kami bisa melakukan perhitungan tarif lebih tepat dan travel agent juga bisa lebih leluasa mengatur pengeluarannya,” ujarnya, (18/8/2015).

Sebaliknya, lanjut Udi, jika perhitungan dilakukan menggunakan mata uang asing hal itu dinilai menyulitkan. Sebab, transaksi yang dilakukan mengalami perbuahan sesuai nilai kurs. “Jika menggunakan Dolar, pihak travel agent akan berasumsi kebutuhan pengeluaran paket wisata menurut nilai tukarnya [ke dalam Rupiah] pada saat perjanjian paket dengan konsumen],” ujarnya.

Menurut Udi, pihak agen yang menjual paket dengan kurs Dolar sering kali meleset dari target. “Misalnya, saat kurs Dolar menjadi Rp12.000, kemudian pihak travel agent membayar ke hotel, kursnya sudah naik. Selain itu, jika transaksi dilakukan dalam bentuk Dolar, maka nilai profisi atau jaminan yang harus dibayarkan travel agent kepada bank terlampau tinggi,” jelasnya.

Artinya, tingkat losing travel agent akan semakin tinggi. Pelaku usaha di bidang ini mau tidak mau harus menutup sekian persen kekurangannya akibat perbedaan kurs tersebut. “Sementara, ada juga kelemahan jika menggunakan rate rupiah. Ini disebabkan tidak semua negara tahu tentang mata uang kita. Mereka juga kadang lebih suka pakai Dolar,” tambah Udhi.

Seperti diketahui, Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran No.17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015, tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewajiban penggunaan Rupiah ini berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik untuk kegiatan transaksi maupun pembayaran. Bagi yang melanggar, BI akan mengenakan sanksi baik denda mau pun kurungan penjara.

Sementara itu, Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI) DIY, Hilman Tisnawan mengatakan, kebijakan BI tersebut merupakan upaya untuk memperkuat nilai Rupiah terhadap mata uang asing. Transaksi domestik yang dilakukan dalam Dolar menurut catatan BI selama ini sekitar US$ 7-8 miliar per bulan.

“Itu memberatkan cadangan devisa negara kita. Kalau untuk kegiatan transaksi impor masih boleh, tapi kalau hanya domestik, harus pakai Rupiah,” kata dia.

Masalahnya, masih banyak pengusaha dan kalangan korporasi yang enggan menggunakan Rupiah saat bertransaksi. Dia mengimbau agar seluruh pelaku usaha, termasuk sektor pariwisata bisa menaati peraturan tersebut.

“Misalnya, kalau travel agent punya kewajiban booking hotel bulan depan, berarti sekarang harus bayar dalam rupiah. Pelaku usaha ini harus melakukan lindung nilai,” kata Hilman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya