SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Gigih M Hanafi)

Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Gigih M Hanafi)

Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Gigih M Hanafi)

JAKARTA – Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq menilai kurikulum baru yang akan diterapkan pada 2013 harus bisa membendung arus radikalisasi dan intoleransi di kalangan siswa.

Promosi BRI Catat Setoran Tunai ATM Meningkat 24,5% Selama Libur Lebaran 2024

“Jika kurikulum baru tidak bisa membendung arus radikalisasi dan intoleransi, maka upaya besar dalam mengukuhkan pendidikan kewarganegaraan selama ini tidak akan berhasil dengan optimal,” katanya dalam Seminar Penguatan Empat Pilar Kebangsaan di Dunia Pendidikan yang bertajuk “Mengukuhkan Pendidikan Kewargaan bagi Kokohnya Nilai-nilai Kebangsaan” di Jakarta, Selasa.

Fajar menambahkan Keberadaan kurikulum baru juga harus ditopang oleh penguatan peran-peran guru dan sekolah dalam membendung arus radikalisasi dan toleransi di kalangan siswa tersebut. Pernyataan tersebut menyusul upaya pemerintah, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam melahirkan Kurikulum 2013 bagi satuan pendidikan SD, SMP dan SMA yang dinilai mampu menyelesaikan berbagai persoalan pendidikan di Indonesia.

“Keberadaan kurikulum baru tersebut harus dipertanyakan ulang apakah benar dapat menjadi solusi berbagai persoalan fundamental yang menyelimuti dunia pendidikan kita saat ini,” katanya. Fajar menilai dunia pendidikan Indonesia saat ini menjadi sorotan publik menyusul maraknya tawuran, aksi kekerasan geng motor, perpeloncoan dan pelecehan (bullying), penggunaan narkoba dan seks bebas di kalangan pelajar.

Dia melanjutkan hal tersebut ditambah dengan semakin gencarnya proses radikalisasi paham keagamaan yang menyasar remaja dan pelajar di Indonesia. “Karena itu, fenomena ini semakin memperlihatkan kerapuhan dunia pendidikan kita dalam membentengi moral dan perilaku peserta didik selama ini,” katanya.

Berdasarkan hasil penelitian Maarif Institute pada 2011, ditemukan satu kecenderungan lunturnya nilai-nilai nasionalisme di kalangan pelajar. Dia menjelaskan hal tersebut ditandai dengan rendahnya penghargaan atas Bhinneka Tunggal Ika di tengah tingginya sikap intolerasi generasi muda terhadap keragaman suku, agama dan budaya masyarakat di Indonesia.

“Jika fenomena ini terus dibiarkan, maka lambat laun akan mengikis bangunan kebangsaan yang telah lama dirajut oleh pendiri bangsa,” katanya.

Seminar tersebut dihadiri oleh Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari, Direktur Pembinaan SMA Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kemendikbud, Direktur Public Virtue Institute Andar Nubowo, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia dan Pendiri Sekolah Komunitas Qaryah Thayyibah Ahmad Bahruddin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya