SOLOPOS.COM - Ilustrasi Kurikulum 2013 (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Kurikulum 2013 dihentikan dan memberlakukan sistem pendidikan ganda dapat memicu labeling sekolah.

Harianjogja.com, JOGJA-Tepat pertengahan tahun ajaran 2014-2015, dunia pendidikan Indonesia diguncang dengan masalah pergantian kurikulum. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan keputusan sekolah yang baru satu semester menggunakan Kurikulum 2013 (K-13) dapat kembali pada Kurikulum 2006 atau Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP). Sedang sekolah yang sudah menjalankan K-13 selama tiga semester, dapat melanjutkannya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menanggapi itu, Dosen Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Isniatun Munawaroh, mengatakan perubahan kurikulum pada pertengahan tahun ajaran berdampak buruk pada pelajar, orang tua dan juga sekolah.

“Bagi pelajar dan orang tua jadi kebingungan cari buku 2006 lagi. Tadinya buku sudah dikukuti dan susah ditemui, sekarang dicari lagi,” kata perempuan yang juga menjadi anggota Ikatan Pengembang Kurikulum Indonesia itu kepada Harianjogja.com belum lama ini.

Selain itu, dampak terberat yang dirasakan sekolah adalah munculnya labeling pada sekolah yang kembali pada KTSP.

“Pemerintah kan bilang, bagi yang tidak siap, tidak mampu, kembali ke 2006. Yang siap dan sudah tiga semester, bisa lanjut lagi. Padahal yang lanjut 2013 itu sekolah yang bisa dibilang favorit dan unggulan,” kata Isniatun.

Dari situ, lanjutnya, sekolah yang kembali pada KTSP dianggap sekolah yang berkualitas di bawah rata-rata. Dampaknya terasa saat menjelang penerimaan siswa baru, orang tua akan menilai bahwa sekolah KTSP memiliki standar kualitas pendidikan yang rendah.

“Takutnya lama-lama ada pengkotak-kotakan sekolah. Ada diskrimintif antara sekolah yang unggulan dengan yang tidak, dilihat dari kurikulumnya,” tegas Isniatun.

Menurutnya, Kemendikbud harus segera memutuskan apakah semua sekolah menggunakan KTSP atau lanjut dengan K-13. “Jangan sampai kurikulum ganda ini terlalu lama. Lebih bijak kalau memilih salah satu kurikulum,” kata Isniatun.

Solusi lain diungkapkan Kepala Sekolah SMAN 1 Jogja, Rudy Prakanto. Menurutnya, adanya kurikulum ganda yang terjadi sekarang di Indonesia, tenaga pendidik dapat melakukan kloning dari dua kurikulum.

“Kita bisa lakukan kombinasi antara Kurikulum 2006 dengan 2013 yang lebih memiliki pendekatan scientifik,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya