SOLOPOS.COM - Suasana kunjungan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) ke Griya Solopos, Jl. Adisucipto 190 Solo, Rabu (4/10/2017). (Farida Trisnaningtyas/JIBI/Solopos)

Kunjungan media kali ini dari BNPT dan FKTP.

Solopos.com, SOLO — Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) berharap Harian Umum Solopos bisa mempertahankan independensi serta menyajikan jurnalisme damai saat membuat berita mengenai radikalisme dan terorisme.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Ahli Media BNPT, Willy Pramudya, mengatakan jangan sampai media menjustifikasi atau menghakimi pihak-pihak tertentu yang berkaitan dengan pengangkatan isu terorisme. Dia menambahkan banyak hal perlu dipertimbangkan agar media tak terjebak ke dalam sudut pandang tertentu.

“Jangan sampai diksi-diksi yang diciptakan pihak tertentu ditelan mentah-mentah. Tentunya pemilihan tata bahasa kata ini sangat penting karena itu berdampak sangat besar. Bisa jadi, orang yang bersangkutan belum mendapatkan kejelasan status hukum tapi media sudah menghakimi, ini sangat berbahaya,” tutur dia saat berkunjung ke Griya Solopos, Rabu (4/10/2017).

Dia mencontohkan kata terduga teroris semestinya dipakai jika orang tersebut belum terbukti sebagai teroris. Media pun tak boleh menghakimi dengan adanya penyebutan bomber atau pun gembong teroris jika tak ada bukti yang jelas.

Selain itu, tambah dia, konfirmasi dari pihak berwajib dan berwenang sangat diperlukan sehingga jangan sampai berita itu naik cetak tanpa adanya tanggapan dari yang berkaitan.

Kabid Kajian dan Penelitian FKPT Jawa Tengah, Retno Mawarini, menambahkan banyak pihak yang harus kerja sama bergandengan tangan untuk mengatasi persoalan terorisme ini. Menurutnya, media memegang peranan sangat penting sehingga seharusnya menyajikan informasi sebagai tuntunan untuk masyarakat.

“Kami mengimbau dalam hal pemberitaan gunakan kata-kata yang bijak yang tidak menyudutkan,” papar dia.

Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Perusahaan Pers Dewan Pers, Ratna Komala, menjelaskan Dewan Pers sudah mengeluarkan Peraturan Dewan Pers no 1 tahun 2015 tentang Pedoman Peliputan Terorisme. Hal ini bisa menjadi rujukan untuk memberitakan yang berkaitan dengan terorisme.

Dalam pedoman ini disebutkan, wartawan memberitakan tentang aksi maupun dampak terorisme semata-mata untuk kepentingan publik. Dalam meliput, para wartawan harus selalu berpegang pada kode etik jurnalistik (KEJ).

Norma KEJ menyebutkan tentang independensi, akurasi berita, keberimbangan, iktikad baik, informasi teruji, membedakan fakta dan opini, asas praduga tak bersalah, perlindungan terhadap narasumber dan orang-orang yang berisiko.

Namun, tambah dia, wartawan perlu selalu mengingat tugas utama jurnalistik adalah mengungkapkan kebenaran. Kebenaran dalam jurnalistik sendiri bukanlah kebenaran yang bersifat mutlak tetapi kebenaran yang bersifat fungsional, yakni kebenaran yang diyakini pada saat itu dan terbuka untuk koreksi.

“Fenomena yang terjadi di lapangan sangat kompleks. Banyak hal yang terjadi sehingga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media turun. Masyarakat juga harus cerdas memilih media,” tuturnya.

Sementara itu, Pemimpin Redaksi Solopos, Suwarmin, mengatakan terus berusaha untuk melakukan pemberitaan yang berimbang. “Meskipun sebagai konsekuensinya kami kerap dicela soal pemberitaan, tapi tak jarang juga mendapatkan pujian,” katanya.

Jurnalis Senior Solopos, Syifaul Arifin, menambahkan dalam hal pemberitaan Solopos mengedepankan jurnalisme damai khususnya yang bersinggungan dengan konflik, terorisme, dan radikalisme.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya