SOLOPOS.COM - Pengasapan untuk memberantas chikungunya.(JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Harianjogja.com, KULONPROGO – Selama beberapa bulan terakhir kasus penyakit Chikunguya mewabah di beberapa wilayah di Kecamatan Sentolo. Setidaknya ada 47 kasus Chikunguya yang umumnya selama ini terjadi di Kulonprogo bagian utara.

“Prediksi kami, penyakit tersebut muncul karena adanya migrasi. Karena selama ini penyakit tersebut kebanyakan terjadi di wilayah utara, mungkin ada warga sini yang berkunjung ke sana lalu digigit nyamuk di sana, lalu menular dengan cara yang sama,” ujar Survailance Puskesmas Sentolo I Heni Wahidati saat ditemui Harianjoga.com di kantornya, Kamis (18/9/2014).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Heni menjelaskan awal ditemukan kasus tersebut berasal dari laporan salah satu kepala desa tentang adanya indikasi warga mengidap penyakit Chikunguya. Lebih lanjut dia mengungkapkan, pada awal Juli dilakukan penyelidikan epidemiologi dan ditemukan 31 kasus Chikunguya.

“Lalu pada 13 Juli kami melakukan observasi ke wilayah tersebut. Kami ambil sampel darah dari lima orang yang diduga terjangkit, sampel tersebut langsung kami kirim ke BLK,” papar Heni.

Uji sampel darah dari warga yang terduga terkena penyakit tersebut terus dilakukan. Heni menambahkan, pada tanggal 23 Juli, tenaga medis dari puskesmas tersebut kembali melakukan penyelidikan pada 15 warga lain. Hasil pemeriksaan menunjukkan gejala dan ciri penyakit tersebut.

“Totalnya kami dapati ada 47 kasus chikunguya yang ada di wilayah Sentolo utara. Namun, setelah dilakukan pengendalian, bulan ini kasus tersebut tidak kami temui,” imbuh Heni.

Penyakit yang didirikan dengan rasa nyeri di persendian itu, memang semestinya tak lazim terjadi di musim kemarau seperti ini. Heni memaparkan, penyakit tersebut ditularkan melalui nyamuk aides aegypti. Nyamuk tersebut juga umumnya hidup di daerah lembab, terutama di musim penghujan.

“Apalagi gejala penyakit tersebut juga mirip dengan penyakit lain seperti campak maupun penyakit rubella atau campak Jerman. Sampel yang kami kirim ke BLK juga belum tahu apa hasilnya, kami masih menunggu,” jelas Heni.

Kasi Pengendalian Penyakit Menular (P2M) Dinas Kesehatan Kulonprogo Slamet Riyanto membenarkan adanya wabah chikunguya pada bulan Juli hingga Agustus lalu. Sementara itu, pada bulan September ada 14 kasus, antara lain di Desa Palihan Kecamatan Temon dan Pedukuhan VI Karangwuni Kecamatan Wates.

“Bulan ini yang dilaporkan ada 14 kasus, di Palihan ada sembilan kasus dan di Karangwuni ada lima kasus,” imbuh Slamet.

Sementara itu, indikasi penyakit campak dan rubella juga disampaikan Dokter Umum Puskesmas Sentolo II Yusniar. Dia mengaku, untuk kasus chikunguya justru tidak menonjol. Namun, dia tak
menampik ada satu pasien suspect chikunguya yang sempat masuk ke puskesmas tersebut.

“Hanya ada satu yang suspect, itu juga sudah bulan lalu. Malah kami mengira ada indikasi penyakit campak atau rubella pada dua bulan terakhir,” ungkap Yusniar.

Yusnita mengungkapkan ada kurang lebih sepuluh orang sampai 15 orang yang terindikasi penyakit tersebut. Sampai saat ini, pihaknya masih melakukan pemeriksaan di BLK. Kecenderungan penyakit tersebut relatif sama, karena sama-sama menimbulkan gejala panas pada tubuh maupun demam.

“Kalau campak biasanya selain panas dan warna kemerahan pada kulit juga disertai dengan batuk pilek. Sedangkan rubella hanya panas beberapa hari dan kemerahan saja. Namun, untuk memastikan penyakit tersebut harus dilakukan uji lab,” tandas Yusniar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya