SOLOPOS.COM - Jenang Mbah Rajak ( Moh. Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Kuliner Sragen salah satunya yang diburu para pemudik adalah jenang Mbah Rajak.

Solopos.com, SOLO – Sebuah wajah dengan diameter sekitar 1 meter dipanaskan di atas tungku. Wajan itu berisi adonan jenang yang baru setengah matang. Bara dari kayu bakar memanaskan wajan itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Seorang perempuan setengah baya mengaduk jenang itu dengan sebilah kayu. Dibutuhkan tenaga yang cukup untuk mengaduk jenang itu selama 4 jam. Gagang kayu yang digunakan untuk mengaduk jenang itu dibuat dari batang bambu supaya bisa mengurangi rasa pedih dan linu di telapak tangan.

Di tempat inilah, makanan tradisional berupa jenang yang populer di Bumi Sukowati itu terlahir. Jenang Ayu Mbah Rajak. Demikian nama kuliner tradisional itu. Bertahan selama 41 tahun menjadi bukti betapa jenang ayu Mbah Rajak mampu mencuri hati pecintanya secara lintas generasi.

Seiring bertambahnya usia, tenaga Mbah Rajak semakin renta. Dia sudah tak mampu mengaduk jenang. Beruntung dia memiliki anak-anak yang bersedia meneruskan perjuangannya berjualan kuliner tradisional ini.

“Mbah Rajak memulai usaha ini sejak 1975. Sekarang usia dia sudah 93 tahun. Kami ingin terus melestarikan kuliner tradisional ini selagi masih diberi kekuatan dan kesempatan,” kata Renuk, 57, anak dari Mbah Rajak saat ditemui Solopos.com di rumahnya di Dusun Cantel Wetan, Sragen Tengah, Sragen, Sabtu (2/7/2016).

Dalam sehari, Renuk bisa memproduksi 45 kg jenang. Ia membaginya dalam tiga adonan. Satu adonan jenang menggunakan 10 kg gula, 6 kg beras ketan dan 10 biji kelapa. Jenang Ayu Mbah Rajak biasa dijual di kompleks Pasar Kota Sragen. Satu kg jenang dijual Rp35.000. Jenang Ayu Mbah Rajak dikenal memilki rasa yang khas.

Bentuknya tidak terlalu lunak, namun juga tidak terlalu keras apalagi alot. Rasanya manis dan harum. Meski tanpa bahan pengawet, jenang ini mampu bertahan hingga 15 hari. Makin lama, aroma jenang Mbah Rajak semakin harum. Aroma harum itu yang biasa diingat pencinta kuliner ini. “Untuk gula kami datangkan dari Wates [Kulon Progo DIY]. Sudah bertahun-tahun gula itu dipasok dari sana,” kata Renuk.

Menjelang Lebaran, jenang Mbah Rajak banyak dikangeni warga Sragen yang merantau ke luar daerah. Jauh-jauh hari mereka sudah memesan jenang itu sebagai oleh-oleh saat kembali ke tempat kerja. Meski banyak dipesan, Renuk tidak pernah menambah jumlah produksi jenang.

Setiap hari dia tetap memproduksi 45 kg jenang. Bukan karena dia tak butuh tambahan uang, namun tenaganya sudah tidak lagi mampu untuk membuat jenang lebih dari 45 kg/hari.

“Bedanya kalau hari-hari biasa, jenang itu baru habis terjual sekitar pukul 13.00 WIB hingga 14.00 WIB. Kalau banyak dipesan, berarti kami bisa pulang lebih awal karena jenang sudah laku terjual,” jelas Renuk.

Bagi pemudik yang penasaran dengan kenikmatan kuliner jenang Mbak Rajak bisa mendatangi Pasar Kota Sragen yang berada di sebelah utara Pasar Bunder. Namun, silakan datang lebih pagi supaya tidak kehabisan. Pasalnya, selama Lebaran, jenang Mbah Rajak banyak dipesan pemudik sebagai oleh-oleh kembali ke tempat kerja.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya