SOLOPOS.COM - Setu, 40, sibuk menyajikan soto di Warung Soto Pare miliknya di Desa Pare, Mondokan, Sragen, Selasa (26/11/2019). (Solopos/Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN - Sepintas tidak ada yang istimewa dari sebuah warung soto yang berlokasi di jalan Sumberlawang-Mondokan, tepatnya di Dukuh Bontit, RT 026, Desa Pare, Kecamatan Mondokan, Sragen. Bangunan Warung Soto Pare itu hanya menempati lahan berukuran 5x6 meter, jauh lebih sempit dibandingkan beberapa warung makan terkemuka di Sragen.

Dinding bagian depan dan samping terbuat dari blabak bercat hijau yang sudah pudar warnanya. Sebagian blabak itu bahkan sudah retak-retak seiring berjalannya waktu. Sementara bagian belakang warung itu terbuat dari gedhek atau anyaman bambu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di balik penampilan yang sederhana itu, siapa sangka warung soto ini ternyata cukup terkenal tidak hanya bagi publik Mondokan, tetapi bagi publik Sragen. Meski sederhana, warung soto ini kerap menjadi jujukan para pejabat mulai dari camat, kepala dinas hingga sekelas Bupati. Terakhir, Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, membawa rombongan pejabat mampir ke Soto Pare ini pada Selasa (26/11/2019) lalu.

Ekspedisi Mudik 2024

Bupati memilih menikmati soto daging sapi di samping warung, tepatnya di bawah pohon beringin yang cukup rindang. Orang nomor satu di Bumi Sukowati itu memesan semangkuk soto sapi dan semangkuk potongan babat. Sembari menikmati soto, terdengar suara riuh candaan dari para pejabat itu.

“Ini kunjungan ke berapa, sudah tidak terhitung. Pokoknya setiap lewat jalan ini, kita mampir ke sini. Tadi saya ditanya mau mampir makan siang di mana? Tanpa mikir dua kali, saya jawab Soto Pare,” jelas Yuni pada kesempatan itu.

“Yang membedakan, soto di tempat lain itu kuahnya kental dan banyak lemak. Di sini bening dan tidak ada lemak jadi lebih sehat. Rasanya, luar biasa enak,” katanya sambil mengacungkan kedua jempolnya.

Soto Pare merupakan warung milik pasangan suami istri, Setu, 40, dan Dartini, 35. Keduanya mulai menekuni usaha Soto Pare itu pada 2004. Sebelumnya, Setu berjualan bakpao dan bakso keliling. Dalam sehari, Setu bisa menjual 200 hingga 300 mangkok soto. Satu mangkuk soto baik daging sapi, babat atau ayam dijual Rp9.000. Dalam sehari, dia bisa mendapatkan pendapatan kotor senilai Rp1,5 juta hingga Rp1,8 juta.

Setu bersyukur soto racikannya itu banyak digandrungi warga, termasuk Bupati Sragen. “Saya senang sekali, terharu karena warung desa seperti ini kok jadi jujukan orang yang punya Sragen. Kalau tidak salah, Bupati sudah kali ketujuh mampir makan soto di sini,” kata Setu kepada Solopos.com, Minggu (1/12/2019).

Setu sebenarnya merasa tidak ada yang istimewa dari warung soto miliknya. Dia merasa Soto Pare diramu dengan bumbu yang biasa saja. Dia sendiri masih heran mengapa warung soto miliknya dijadikan jujukan banyak warga, termasuk para pejabat hingga sekelas Bupati.

“Saya tidak tahu. Mungkin karena namanya aneh, Soto Pare. Mungkin orang pertama mengira yang dijual itu soto pakai buah pare yang pahit itu. Padahal, Pare adalah nama desa ini,” beber Setu yang sudah berencana membangun warung soto dengan bangunan permanen di lahan yang lebih luas di seberang jalan warungnya saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya