SOLOPOS.COM - Pengunjung mengamati buku kuliner yang dipamerkan di Balai Soedjatmoko Solo, akhir pekan lalu. Pameran bertajuk Seabad Seni Kuliner Modern di Indonesia ini memamerkan sekitar 100 koleksi buku, resep, dan pamflet bertema kuliner koleksi jurnalis Andreas Maryoto. (Mahardini Nur Afifah/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Jurnalis Harian Kompas Andreas Maryoto memamerkan sekitar 100 koleksi buku, resep, dan pamflet bertema kuliner dalam rentang waktu 1900-2000, di Balai Soedjatmoko Solo, Jumat-Selasa (14-18/2/2014). Sebelumnya, Kamis (13/2/2014) malam, digelar diskusi bertema sejarah kuliner.

Kumpulan teks yang sering dianggap remeh temeh oleh kebanyakan orang ini, oleh Maryoto dilihat sebagai penanda sosial dan politik Indonesia. Era 1900 hingga 2000 disebut Maryoto sebagai zaman modern seni kuliner di Indonesia. Pada periode ini etika di meja makan mulai lahir dan peralatan memasak zaman primordial mulai ditinggalkan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Salah satu yang menjadi penanda era kuliner modern ini terlihat dari buku yang dipamerkan berjudul Tatakrama (1954). Buku yang ditulis Imam Supardi dalam Bahasa Jawa ini sama sekali tidak membahas resep makanan melainkan soal etika dan penyajian makanan di meja makan.

Buku bersampul kuning yang memperlihatkan perempuan berkebaya yang menyajikan makanan kepada tiga orang tamunya ini cukup laris manis kala itu. “Buku ini memperlihatkan bagaimana pengaruh feodalisme Belanda sudah merambah kuliner di Indonesia,” kata Maryoto, saat ditemui Solopos.com di sela-sela pameran, akhir pekan lalu.

Selepas mempelajari koleksinya, pria berkacamata ini berasumsi selama rentang waktu 1900-2000, Indonesia memiliki empat babak sosial-politik penting ditilik dari perkembangan teks kulinernya. Era 1920-1940-an, disebut sebagai zaman keemasan korporasi. “Kala itu transisi pemerintahan Belanda-Jepang cukup besar pengaruhnya. Banyak korporasi lahir. Buku kuliner yang beredar menampilkan bahan produk bikinan pabrik, salah satunya terlihat dari iklan Blue Band di buku resep masakan,” terangnya.

Selepas itu, kuliner Indonesia pada masa 1950-1960-an didominansi sekolah kejuruan. Era pemerintahan Soekarno, imbuhnya, menonjolkan peran siswa kejuruan. “Bukunya banyak diwarnai anak sekolah kejuruan,” jelasnya.

Sementara masa 1960-1990an, teks kuliner banyak melibatkan aktor PKK. “Masa orba [orde baru] peran PKK sangat sentral. [Doktrin] negara berperan penting, merambah sampai urusan dapur. Hingga era reformasi lahir yang membuat buku resep masakan didominasi celebrity chef. Buku dengan latar ibu PKK sudah tidak relevan lagi,” urainya.

Maryoto mengungkapkan dirinya mengoleksi teks kuliner ini dari berbagai kota yang ia sambangi saat bertugas di sejumlah daerah. Untuk memuaskan hobinya, dia sampai harus berburu hingga ke Negeri Kincir Angin.

“Dulu awal mengoleksi saya harus blusukan ke pasar buku bekas. Kebetulan koleksi saya ini sering dijual murah karena dianggap tidak penting. Tapi ada juga yang harus sampai merogoh kocek dalam saat beli online di Belanda,” katanya tanpa mau membeberkan nominal banderolnya.

Selain memamerkan koleksi teks kulinernya, Maryoto turut memajang parutan kelapa kuno milik Suku Nias. Baginya, memamerkan peralatan memasak kuno ini menjadi penting karena artefak ini menjadi “korban” modernitas dari kuliner modern.

Terlepas dari makanan populer modern yang tersurat di berbagai koleksi buku resep modern, makanan lokal yang jarang sekali ditulis resepnya mampu menorehkan kemenangannya sendiri. Sejarawan muda, Heri Priyatmoko, yang juga menjadi pembicara dalam diskusi sebelum pameran, menyebut nasi liwet sebagai kuliner lokal yang mampu mempertahankan eksistensinya seabad lebih.

“Makanan ini jarang ada di resep buku modern. Tapi mengukir kemenangannya sendiri. Nasi Liwet jadi simbol kemenangan wong cilik. Bagaimana nasi ini disajikan dengan daun pisang dan suru ala wong cilik. Semua kalangan menikmati. Termasuk orang berduit pun rela makan dengan daun dan suru,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya