SOLOPOS.COM - Proses pengemasan rambak atau kerupuk kulit Pak Dul, Jagalan, Solo. (Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Sebagai hidangan pelengkap, kerupuk hampir selalu klop bila dipadukan dengan berbagai masakan jawa. Di Solo, makanan renyah yang bisa langka pada musim penghujan ini bukan hanya enak untuk disantap sebagai pelengkap lauk, tapi juga kerap diborong sebagai oleh-oleh.

Ada beberapa jenis kerupuk yang bisa dijumpai di Solo, yakni kerupuk karak, kerupuk rambak dan kerupuk berbahan tepung. Beberapa jenis kerupuk itu sudah naik level dan menjadi salah satu sajian di meja-meja makan restoran di Kota Bengawan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Salah satu usaha pembuatan kerupuk di Solo adalah kerupuk karak Mbah Sastro di Kampung Bratan RT 001/RW 006, Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan. Usaha itu dirintis oleh Mbah Sastro sejak 1935. Karak yang sudah melegenda itu sejak 1996 dikelola oleh cicit Mbah Sastro, Ny Rudi Harmawan. Meskipun dibuat secara tradisional, karak berukuran mini itu banyak dijadikan buah tangan oleh para pelancong.

Karak matang yang sudah digoreng Rp35.000 per kilogram, sedangkan karak mentah Rp30.000 per kilogram. Sementara itu karak matang setengah kilogram Rp18.000 dan karak matang sebanyak dua ons Rp8.000. Karak yang dijual yakni karak yang baru diangkat dari wajan pengorengan, sehingga dijamin karak yang dijual adalah baru.

Hampir semua masakan enak disantap ditemani karak. Karak Mbah Sastro juga sudah masuk ke meja makan beberapa hotel di Solo, seperti Hotel Ibis, Arini, Sahid Jaya, Orchid dan resto Danar Hadi. Para pesohor seperti mantan Menteri Penerangan, Harmoko; mantan Ketua Umum Partai Golkar, Akbar Tandjung dan putri sulung mantan Presiden Soeharto yang akrab disapa Mbak Tutut, juga menjadi pelanggan tetap karak Mbah Sastro. Karak Mbah Sastro juga diterbangkan ke Singapura melalui Roti Ganep’s.

Ny Rudi mengatakan, setiap hari dia membuat karak sebanyak 50 kilogram. Keistimewaan dari karak Mbah Sastro, kata dia, yakni hanya memakai bahan cetithet sedikit. Bahan tersebut digunakan agar karak yang digoreng bisa halus. “Bentuknya kecil dan teksturnya kasar. Kalau karak berukuran besar biasanya karak dari luar Solo,” ujar Ny Rudi saat ditemui Solopos.com di dapur Mbah Sastro, beberapa waktu lalu.

Jenis kerupuk lain yang juga sering dijadikan oleh-oleh khas Solo yakni rambak petis Pak Dul yang berlokasi di Kampung Jagalan Pokoso RT 001/RW 011, Kelurahan Jagalan, Kecamatan Jebres.  Pemilik rambak petis Pak Dul, Dullah Harjosukarso, 72, saat ditemui di rumahnya, Selasa (1/10), mengaku memulai membuat rambak petis pada 1996. Bahan yang digunakan untuk membuat rambak yakni kulit sapi yang didapat dari sejumlah pemasok kulit sapi dari Sukoharjo, Jakarta hingga luar Jawa.

Pak Dul mengatakan, keistimewaan rambak buatannya dibandingkan dengan rambak lain, yakni rasanya yang gurih dan renyah. Rasa gurih itu didapat dari garam yang ia tuangkan ke dalam kulit sapi saat dimasak. “Kalau rambak di pasar banyak yang permukaannya halus tapi atos [keras], itu karena garamnya kurang. Sedangkan rambak yang saya buat bentuknya tidak mulus tapi renyah,” ujar Pak Dul.

Rambak sangat cocok bila dimakan dengan petis yang terbuat dari gula jawa, serai dan daun salam. Selain itu, rambak atau yang lazim disebur krecek juga bisa diolah menjadi sambal goreng atau tumpang. Sekilo rambak petis dihargai Rp160.000. Selain rambak petis, Pak Dul juga membuat rambak sayur (Rp120.000 per kilogram) dan rambak daging sapi (Rp130.000 per kilogram).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya