SOLOPOS.COM - Ilustrasi Bakpia (JIBI/Harian Jogja/Dok)

Kuliner Jogja berupa bakpia tak memiliki angka penjualan segemilang tahun sebelumnya.

Harianjogja.com, JOGJA-Penjualan panganan khas Jogja, bakpia pathok turun drastis jelang Lebaran ini.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Jalanan di Kampung Sanggahan, Ngampilan, cukup lengang, Selasa (7/7/2015). Padahal, jelang Lebaran tahun lalu kawasan tersebut cukup padat, disesaki para pengunjung yang berburu oleh-oleh khas Jogja, bakpia pathok. Di salah satu gang, berdiri sebuah pabrik bakpia 25. Lokasinya agak menjorok ke dalam perkampungan. Di depannya, terdapat showroom untuk menjajakan produk bakpia. Sekitar delapan orang yang kebanyakan merupakan anggota keluarga memilah bakpia.

Sementara, karyawan sabar menunggu pembeli. Tahun ini tidak seperti tahun kemarin. Pembeli yang datang sangat sedikit. Hal itu berdampak pada turunnya penjualan bakpia. “Ya turun sekitar 50 persen,” ujar Sri, salah satu karyawan.

Menurutnya, kondisi tersebut terjadi di hampir semua tempat. Kondisi yang sama juga tampak di showroom bakpia 75, beberapa meter dari pabrik bakpia 25. Karyawan di sana, yang semuanya perempuan, hanya saling bercanda menunggu pembeli datang. Tak ada aktivitas transaksi saat itu.

Kawasan Sanggahan selama ini dikenal sebagai produsen bakpia. Lebih dari 50 industri rumahan, baik skala kecil maupun besar, menjamur di kawasan itu. ?Para pengusaha bakpia rata-rata dalam sehari bisa ?menghabiskan 10 kilogram (kg) tepung terigu, lima kg kacang hijau, delapan kg gula pasir. Itu belum termasuk bahan-bahan lainnya seperti garam, mentega dan minyak goreng.

Dari bahan tersebut, rata-rata dalam sehari mereka bisa memproduksi hampir 900 hingga 1.000 biji bakpia. Jika masuk dalam kemasan, berisi antara 20 sampai 24 biji, mereka bisa menghasilkan 30-40 kardus. Harga yang ditawarkan menentukan rasa. Mereka mulai menawarkan harga mulai belasan ribu rupiah hingga Rp25.000 per kardus. Rasanya beraneka ragam, mulai dari kacang hijau, cokelat hingga aneka rasa buah-buahan.

Sementara, produsen skala besar? rata-rata memproduksi 500 hingga 1.000 kardus per hari.? Jumlah tersebut hanya dikerjakan dalam waktu tiga jam.

“Kami mampu memproduksi 1.000 kardus atau 2.000 butir dengan jumlah pekerja 11 orang. Kami masih ingin meningkatkan kapasitas produksi hingga 2.000 kardus per hari,” ujar pemilik Bakpia Duta Kencana, Liem Siandi, di rumah produksinya.

Pada saat normal, dia mampu menjual hingga 500 kardus dan pada musim liburan seperti Lebaran bisa terjual 800 kardus. Sisanya, djual ke sejumlah toko oleh-oleh di Jogja. Meski jumlah produsen panganan tradisional bakpia di pasaran saat ini sudah semakin banyak, persaingan itu tidak menutup celah membuka pasar baru. Omzet industri rumahan tersebut dalam sehari bisa mencapai Rp17,5 juta.
Sayang, perlambatan ekonomi yang terjadi tahun ini juga berdampak pada penjualan bakpia. ?Sebab, daya beli masyarakat turun karena distribusi dananya digunakan untuk kebutuhan yang paling mendesak.

“Lebaran tahun ini kan berdekatan dengan waktu pendaftaran sekolah atau kampus. Kemungkinan, dananya digunakan untuk kebutuhan itu. Tapi, masih ada sisa beberapa hari sebelum Lebaran. Mudah-mudahan penjualan bakpia naik lagi,” kata Liem.

Saat ini, para produsen bakpia mengeluh karena perubahan harga bahan baku bakpia.

“Terigu, mentega, minyak goreng, kacang hijau dan pasta. Harga bahan-bahan baku ini naik turun. Jadi kami harus terus menghitung ulang biaya produksi. Jangan sampai merugi. Sebab, permintaan bakpia di pasar cukup tinggi, apalagi saat musim liburan,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya