SOLOPOS.COM - Ilustrasi Prostitusi. (Solopos/Whisnupaksa Kridhangkara)

Solopos.com, KUDUS — Kudus merupakan kota kecil di kawasan pantura Jawa Tengah bagian timur. Siapa sangka Kudus yang dijuluki sebagai kota santri itu ternyata sempat memiliki lokalisasi legal yang cukup besar.

Lokaliasi legal di Kudus itu bernama Mojodadi. Kawasan yang menjadi surga esek-esek itu berada di Desa Gribig, Kecamatan Gebog. Sejarah keberadaan lokalisasi tersebut tertulis dalam skripsi hasil penelitian mahasiswa pendidikan Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro, Semarang, Arif Ashadi, pada 2018. Penelitian itu berjudul Lokalisasi Mojodadi: Prostitusi Legal di Kabupaten Kudus Tahun 1974-1998.

Promosi Desa BRILiaN 2024 Resmi Diluncurkan, Yuk Cek Syarat dan Ketentuannya

Baca juga: 5 Lokalisasi Terbesar Jateng, 1 di Solo

Ekspedisi Mudik 2024

Keberadaan Lokalisasi Mojodadi di Kudus yang disebut sebagai kota santri dipandang sebagai satu-satunya jalan terbaik untuk mengurangi dan memberantas praktik prostitusi di tengah masyarakat. Lokalisasi tersebut dibangun untuk menekan maraknya praktik prostitusi serta memudahkan pengawasan terhadap wanita tuna susila (WTS).

Desa Gribig dipilih sebagai tempat lokalisasi karena aktivitas ekonomi di wilayah tersebut dipandang cukup tinggi. Namun, sejak lokalisasi dibangun dan beroperasi, timbul berbagai masalah sosial, sampai akhirnya ditutup oleh pemerintah berdasarkan desakan warga setempat.

Baca juga: 3 Lokalisasi Besar di Solo: Esksis Sejak Zaman Belanda, Dulunya Legal

Sejarah Lokalisasi

Jika merujuk pada catatan sejarah, praktik prostitusi di Indonesia terjadi sejak satu abad lalu. Mulai dari zaman Kerajaan Mataram hingga pendudukan Belanda di bawah kongsi dagang VOC.

Sejak saat itu muncul rumah-rumah bordil di berbagai wilayah, termasuk di Jawa Tengah. Keberadaan rumah bordil itu tetap bertahan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang kemudian disebut sebagai lokalisasi.

Pada perkembangan selanjutnya, lokalisasi difasilitasi negara mulai 1960-an. Seperti Lokalisasi Mojodadi di Kudus Kota Santri yang diresmikan pada 1974. Lokalisasi ini didirikan sebagai upaya untuk melokalisasi para Wanita Tuna-Susila (WTS) yang kemudian dalam prosesnya juga dapat memasyarakatkan kembali para WTS sekaligus menjauhkan masyarakat dari perilaku asusila.

Baca juga: Disebut Kota Santri, Ini 5 Wisata Religi di Kudus

Lokalisasi Kudus Ditutup

Akan tetapi sejak awal didirikan, warga Desa Gribig menolak dengan keras keberadaan Lokalisasi Mojodadi. Warga masyarakat Desa Gribig sering menyampaikan keberatan mereka mengenai keberadaan lokalisasi kepada pemerintah melalui kepala desa.

Sayangnya Pemerintah Kabupaten Kudus tidak memperlihatkan tanggapan sebagaimana yang mereka harapkan. Pada 1998, para pemuka agama, remaja masjid setempat bersama warga Desa Gribig mengadakan aksi penutupan Lokalisasi Mojodadi. Guna menghindari terjadinya tindakan anarkis, pemerintah segera mengambil tindakan untuk merespons tuntutan masyarakat dengan mencabut izin operasi lokalisasi Mojodadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya