SOLOPOS.COM - Recep Tayyip Erdogan (JIBI/Solopos/Reuters)

Kudeta Turki yang gagal berujung pemecatan ribuan polisi dan penangkapan ribuan tentara. AS dan Uni Eropa mulai mengkritik Erdogan.

Solopos.com, ANKARA — Turki memecat 8.000 polisi yang diduga terlibat dalam upaya kudeta yang menelan lebih dari 290 korban jiwa dan sekitar 1.400 orang terluka. Upaya pembersihan kepolisian dan pejabat pemerintahan ini dilakukan secara massal, termasuk pencopotan sejumlah jaksa dan hakim.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Seorang sumber dari pihak keamanan, Senin (18/7/2016) mengatakan para polisi tersebut diantaranya bertugas di Istanbul dan ibukota Turki, Ankara. Sementara itu, ribuan tentara dari level terendah hingga para jenderal juga ditangkap pada Minggu (17/7/2016) kemarin. Sebagian mereka tertangkap kamera dipaksa tiarap di lantai bus polisi dan gedung olahraga, dilucuti celananya, serta diborgol.

Sebanyak 30 gubernur dan lebih dari 50 pejabat tinggi juga mengalami hal serupa menyusul upaya gagal penggulingan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, pada Jumat (15/7/2016) waktu setempat tersebut. PM Turki Binali Yildirim menyebutkan sejauh ini sudah 7.543 orang yang ditahan, termasuk 6.038 tentara.

Erdogan pada Minggu lalu mengatakan parlemen harus mempertimbangan penerapan kembali hukuman mati menyusul pergolakan itu. Padahal, Turki memiliki ambisi untuk bergabung dengan Uni Eropa yang menentang hukuman mati. Uni Eropa pun sudah mengeluarkan peringatan.

“Tidak ada negara yang dapat menjadi anggota Uni Eropa jika memberlakukan hukuman mati,” kata Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherin ketika ditanya para jurnalis terkait kemungkinan Turki mengeksekusi para pemimpin upaya kudeta.

Dia juga mengingatkan Turki juga bagian dari penandatangan Konvensi Eropa untuk Hak Asasi Manusia. Turki terus menggulirkan operasi untuk menyisir mereka yang terlibat dalam upaya yang dilancarkan diantaranya dengan penembakan markas inteligen, gedung parlemen di Ankara dan pemblokiran jembatan di Istanbul tersebut.

Turki menuduh kudeta ini didalangi oleh Fethullah Gulen, ulama yang kini tinggal di Amerika Serikat yang memiliki banyak pendukung di Turki. Pemerintah Turki meminta AS menyerahkan Gulen yang mengelak tuduhan itu namun menemui jalan buntu. Washington meminta Turki memberikan bukti keterlibatan Gulen dalam kudeta itu, namun Yildirim menolak syarat tersebut.

“Kami kecewa jika teman kami [AS] meminta kami untuk memberikan bukti, padahal para anggota organisasi pembunuh itu sedang mencoba menghancurkan pemerintah yang sah di bawah perintahnya [Gulen],” kata Yildirim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya