SOLOPOS.COM - Personel pemadam kebakaran Manggala Agni memadamkan kebakaran di hutan Kawasan Suaka Margasatwa Kerumutan, Kabupaten Pelalawan, Riau, Rabu (28/10/2015). (JIBI/Solopos/Antara/FB Anggoro)

KTT Perubahan Iklim di Paris diharapkan menjadi ajang Presiden Jokowi untuk menunjukkan komitmennya tak menyerah pada korporasi dan pasar.

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah didesak untuk menyampaikan komitmen yang jelas dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca dengan memperhitungkan kebakaran hutan dan lahan, serta emisi dari sektor energi kotor seperti batu bara. Apalagi, Indonesia baru saja dilanda bencana kebakaran lahan dan kabut asap.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Kurniawan Sabar, mengatakan intended nationally determined contribution (INDC) yang disusun pemerintah masih menunjukkan keraguan terhadap komitmen Indonesia dalam upaya penurunan emisi karbon. Hal itu terlihat dari tetap dimasukkannya indikasi penurunan emisi 29% dengan mekanisme business as usual.

“Seharusnya, pemerintah tidak lagi menyerahkan upaya penurunan emisi karbon itu kepada pasar dan korporasi, yang justru akan melanggengkan eksploitasi sumber daya alam,” katanya di Jakarta, Senin (30/11/2015). Baca: Mendag: Dunia Tak Bisa Hidup Tanpa Minyak Sawit.

Kurniawan menuturkan pemerintah seharusnya menjadikan tata kelola yang dilakukan rakyat dengan kearifan lokalnya sebagai salah satu cara untuk melakukan mitigasi perubahan iklim. Saat ini, korporasi, dan restorasi ekosistem yang dilakukan. tidak lagi dapat dijadikan ukuran dalam memitigasi perubahan iklim.

Menurutnya, Presiden Jokowi juga harus memanfaatkan COP ke-21 di Paris, Prancis, untuk menunjukkan komitmennya tidak lagi memberikan ruang kepada perusahaan yang terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan. “Kalau dalam COP di Paris nanti Presiden masih memberikan kesempatan kepada korporasi, termasuk dengan penggunaan trading dalam perubahan iklim, sama saja dengan pelecehan terhadap korban kabut asap,” ujarnya.

Walhi juga berharap COP ke-21 di Paris dapat digunakan sebagai momentum untuk merumuskan langkah-langkah yang mendesak dan konkret dalam hal perubahan iklim setelah selesainya Kyoto Protocol. Selama ini, Kyoto Protocol terus diperlemah dengan tekanan dari sistem ekonomi global yang menjadikan isu perubahan iklim sebagai peluang baru bagi korporasi dan negara industri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya