SOLOPOS.COM - Poster diskusi Diskriminasi Rasial di Papua oleh Teknokra Unila. (Teknokra)

Solopos.com, SOLO -- Diskusi bertajuk Diskriminasi Rasial Terhadap Papua yang diselenggarakan Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa atau UKPM Teknokra Universitas Lampung diwarnai rentetan teror. Intimidasi itu berupa telepon tak dikenal hingga peretasan akun-akun media sosial, termasuk aplikasi ojek online.

Pemimpin Redaksi Teknokra, Mitha Setiani Asih, menjelaskan kronologi teror itu dalam tulisan yang dimuat di laman Teknokra.com, Kamis (11/6/2020). Teror itu diterima oleh Mitha dan Pemimpin Umum Teknokra, Chairul Rahman Arif.

Promosi Mudah dan Praktis, Nasabah Bisa Bayar Zakat dan Sedekah Lewat BRImo

"Pertama, Chairul Rahman Arif menerima 8 kali panggilan lewat gawainnya. Saat itu dia sedang makan bersama Hendry Sihaloho [Ketua AJI Bandarlampung] dan Dian Wahyu Kusuma [Sekretaris AJI Bandarlampung]. Penelepon mengaku alumni Unila," kata dia dalam keterangan tertulis.

Teror kedua sebelum diskusi tentang Papua itu, kata Mitha, adalah Chairul ditelepon Wakil Rektor Kemahasiswaan dan Alumni Unila Prof Yulianto. Dia diminta untuk menghadap. Chairul dan editor Teknokra, Yesi Sarika, datang menemui Prof Yulianto dan diminta menunda diskusi karena dikontak Badan Intelijen Negara (BIN).

"Hasil pertemuan itu Prof.Yulianto menyampaikan untuk menunda diskusi yang diselenggarakan oleh Teknokra karena dihubungi oleh BIN. Serta, Prof. Yulianto menyarankan menambahkan pembicara diskusi," tulis Mitha.

Mendapatkan masukan dari Yulianto, kru Teknokra berdiskusi kembali soal penambahan pembicara diskusi. Namun pengurus Teknokra tetap menjalankan dengan narasumber sesuai rencana. Ketiga narasumber itu adalah Ketua Aliansi Mahasiswa Papua Jhon Gobai, Jubir Front Rakyat Indonesia untuk West Papua Surya Anta, dan Tantowi Anwari dari Sejuk.

Teror Order Fiktif

Dengan keputusan itu, Chairul masih terus menerima teror lewat telepon untuk memberhentikan acara diskusi tentang diskriminasi Papua. Teror terhadap penyelenggara diskusi Papua berikutnya datang melalui order makanan atas nama Mitha yang tidak diketahui asalnya.

"Ketiga, sekitar selepas azan Isya Pemred Teknokra mendapat pesan kode OTP dari salah satu ojek daring. Awalnya tidak curiga dan mengabaikannya. Tak berselang lama, Whatsapp Mitha menerima telepon dan chat dari banyak driver ojek daring."

Driver menanyakan pesanan oleh akun ojek daring Mitha. Padahal, Mitha sama sekali sedang tidak memesannya. Dia pun mendapatkan chat dan telepon bertubi-tubi dari driver untuk konfirmasi pesanan itu. "Tetiba, sudah ada dua driver ojek daring yang sampai ke depan Grha Kemahasiswaan Unila mengantarkan makanan," kata Mitha.]

Safe House

Teror ini merepotkan penyelenggara diskusi diskriminasi Papua tersebut. Mitha dan Chairul menjelaskan kedua ojek daring yang telah sampai itu kalau mereka tidak memesannya. Sementara masih banyak driver lainnya yang akan mengantarkan makanan juga. Driver ojek daring meminta Mitha membatalkan seluruh pesanan dalam aplikasi.

Namun, Mitha sudah tidak dapat lagi membantalkan banyak pesanan makanan itu karena sudah pada proses diantarkan. Alhasil, para ojek daring itu juga membantu Mitha untuk menelpon Call Center ojek daring untuk membekukan akun Mitha. “Baik pak, permintaan bapak akan diproses selama satu jam silahkan menunggu,” jawaban dari Call Center ojek daring.

Sembari menunggu satu jam itu supaya benar tertutup akun ojek daring Mitha, para driver terus menelepon untuk konfirmasi pesanan. Ada juga yang masih berdatangan untuk mengantar makanan.

Teror terhadap penyelenggara diskusi Papua ini membuat situasi Sekretariat UKPM Teknokra di Grha Kemahasiswaan Unila tidak aman. Kru Teknokra, Chairul dan Mitha, serta Sri Ayu Indah Mawarni (Redaktur Daring) mengamankan diri di suatu rumah yang aman.

Akun Medsos Diretas

Berikutnya Chairul terus menerima teror ancaman melalui smartphone. Mereka para peneror mengirimkan kata-kata ancaman dan menuduh provokasi. Bahkan mengirimkan data-data identitas lengkap Irul dan orangtuanya bersama foto yang persis di KTP.

Teror masih berlanjut ketika peneror mulai meretas akun-akun media sosial UKPM Teknokra, Facebook, dan Yahoo. Para peneror juga salah sasaran dengan meretas akun IG Lembaga Pers Mahasiswa Teknokrat Tv bukan Teknokra Unila.

Selanjutnya, peneror mulai meretas akun media sosial Mitha dan alumni Teknokra Khorik Istiana yang menghapus seluruh thread Twitternya. Mitha mengatakan tindakan teror terhadap penyelenggara diskusi diskriminasi Papua ini harus dikecam bersama-sama.

“Kejadian ini bisa menimpa kita semua jika kita tetap diam. Boleh tidak suka dengan isinya, tetapi tidak dengan membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi sejak Sekolah Dasar kita sudah sepakat bahwa Semboyan Indonesia “Bhineka Tunggal Ika”. Papua adalah bagian dari Indonesia. Menghargai keberagaman dan mencintai keunikan masing-masing itu Indonesia,” tutup Mitha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya