SOLOPOS.COM - Upacara Odalan atau peringatan Maha Lingga Padma Buana di Dusun Mangir Lor Kecamatan Pajangan Kabupaten Bantul terpaksa dihentikan, Selasa (12/11/2019). (Suara.com-Istimewa)

Solopos.com, BANTUL -- Ritual keagamaan Odalan atau Peringatan Maha Lingga Padma Buana yang ditolak warga di Dusun Mangir Lor, Kecamatan Pajangan, Bantul, memunculkan beberapa fakta baru.

Pandita Padma Wiradarma yang memimpin doa pertama pada ritual tersebut menjelaskan kronologi pembubaran ibadah yang dialaminya pada Selasa (12/11/2019) lalu. Muncul teriakan warga saat ritual sedang berlangsung.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

"Kegiatan ini kami lakukan pada pukul 14.00 WIB. Diawali dengan doa versi Buddha oleh saya sendiri. Selanjutnya, doa versi Hindu yang dipimpin Sri Begawan Gede Putra Manuaba. Setelah itu, ada Tarawangsa [Jawa Barat] dilanjutkan doa masyarakat Kerinci dan diakhiri dengan doa masyarakat Talaut, Sulawesi Utara. Tapi belum saya selesai doa, ada keributan di luar lokasi kami mengadakan upacara," terang Padma kepada Suara.com, Rabu (13/11/2019).

Padma menuturkan kegiatan berhenti pada pukul 16.00 WIB. Dia mengungkapkan saat memimpin doa ada teriakan berhenti dari warga sekitar.

"Saya masih fokus pimpin doa, tiba-tiba ada suara teriakan untuk berhenti. Jelas saya kaget, sehingga saya menghentikan doa dan bertemu dengan warga yang didampingi polisi," kata dia.

Dia mengungkapkan warga memaksa untuk membubarkan ritual dengan mediasi polisi setempat. Karena tidak ingin menjadi masalah panjang, peserta upacara memilih berhenti.

"Ya kami tak ingin keadaan menjadi lebih panas dan memilih menghentikan ritual. Kami juga menyayangkan karena Sri Begawan Gede Putra Manuaba sudah datang jauh-jauh dan keadaannya seperti ini," keluh Padma.

Pembubaran Ibadah Hindu di Bantul, Polisi Sangkal Bela Kaum Intoleran

Ritual tersebut, kata Padma, menghadirkan sekitar 40-50 orang dari berbagai daerah, antara lain Jakarta, Bali, Sulawesi Utara, Jawa Barat, dan Bantul.

"Polisi meminta kami bubar karena desakan warga juga. Tapi kami mengatakan kalau bubar semuanya tidak bisa dilakukan karena peserta ritual kebanyakan dari luar kota, sehingga hanya beberapa orang saja yang meninggalkan lokasi upacara," ungkapnya.

Sebelumnya, panitia penyelenggara ritual Odalan telah mengajukan izin kegiatan dan pemberitahuan kepada polsek dan warga. Mereka mengatakan seluruh warga dan Polsek telah memberi izin. Namun pada H-1 sebelum digelar pada 12 November, panitia penyelenggara diundang ke Polsek Pajangan.

"H-1 acara, kami dimediasi di kantor Polsek Pajangan. Intinya warga keberatan dengan upacara yang kami lakukan. Tetapi kami sudah mengundang banyak peserta, sehingga tetap dijalankan. Sayang, respons warga tak sesuai yang kami harapkan dan upacara berhenti di tengah jalan," tambahnya.

Keberatan

Keberagaman di Yogyakarta Terkoyak! Sudah Tak Pakai Pengeras Suara, Upacara Agama Hindu Dihentikan Paksa

Pada hari pelaksanaan sekitar pukul 15.00 WIB datang Kapolsek Pajangan AKP Sri Basaria dan menyampaikan keberatan warga atas upacara keagamaan tersebut dan menganggap masyarakat sudah tidak kondusif. Kapolsek meminta panitia acara untuk menyudari prosesi upacara keagamaan.

Kapolsek juga mengklaim telah menunggu prosesi upacara sesi pertama sampai selesai. Panitia akhirnya menyudari acara dan tidak melanjutkan upacara sesi kedua.

Menurut Ananda Ranu Kumbolo, anggota Paguyuban Padma Buwana, upacara mendoakan leluhur itu sudah rutin digelar dan selalu mengundang tamu dari luar Bantul. Pihaknya juga sudah memberitahukan acara tersebut kepada warga, pengurus RT, hingga kepolisian. Pihak RT 002 juga sudah mengizinkan karena tetangga kanan kiri sudah tidak mempersoalkan.

Bantah Odalan Dihentikan Paksa, Pemdes Sendangsari Bantul Sebut Upacara Tak Berizin

Namun izin terganjal di pihak dukuh. “Alasannya katanya karena ingin mengayomi masyarakat karena banyak yang tidak setuju,” ujar Nanda.

Utiek Suprapti, tuan rumah ibadah, menambahkan bukannya tidak mau mengurus izin rumah ibadah, namun upayanya selama ini kandas karena tidak mendapatkan persetujuan dari tingkat dukuh. Ia merasa diperlakukan tidak adil.

“Pemerintah memihak kepada warga yang dianggap tidak menyukai tempat dan kegiatan kami. Saya asli sini lahir di sini,” ungkap Utiek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya