SOLOPOS.COM - Mariam Hammad, mahasiswi Aleppo belajar di tengah kegelapan (Bbc.com)

Mahasiswi korban konflik di Aleppo, Suriah, ini tetap menjalani kuliah di tengah peperangan.

Solopos.com, ALEPPO – Krisis berkepanjangan di Aleppo, Suriah, menyisakan berbagai kisah tragis yang menyayat hati. Salah satu kisah tragis tersebut datang dari Mariam Hammad, 22, wanita asal Aleppo yang berjuang menempuh pendidikan di tengah peperangan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Mariam tercatat sebagai mahasiswi di University of Aleppo, Suriah. Ia tetap berusaha menyelesaikan kuliahnya meski perang terus saja terjadi di lingkungan tempat tinggalnya. Kehidupan yang awalnya baik-baik saja berubah menjadi sulit dan mencekam.

Setiap saat Mariam dihantui rasa takut. Ia bahkan merasa maut selalu menghantuinya. Bagaimana tidak? Ia hidup di tengah situasi berbahaya tanpa ada pasokan air bersih dan listrik di tenda pengungsian. Kendati demikian, ia tak gentar meraih cita-citanya untuk menjadi sarjana.

Namun, pada suatu ketika kampus tempatnya menimba ilmu dihantam roket. Kejadian itu membuat kampusnya rata dengan tanah serta membuat ratusan nyawa melayang.

Mariam Hammad (Bbc.com)

Mariam Hammad (BBC)

“Kota dan kampus tempatku kuliah hancur. Aku melihat banyak orang tewas dan terluka. Aku juga melihat darah berceceran dimana-mana. Itu sangat mengerikan, sampai saat ini aku bahkan belum bisa melupakannya,” tutur Mariam seperti dikabarkan BBC, Rabu (1/2/2017).

Tak hanya kampus tempat Mariam belajar yang hancur karena perang. Lingkungan tempat tinggalnya pun turut menjadi medan pertempuran. “Aku bersama keluarga menyewa sebuah rumah yang berjarak 500 m dari medan pertempuran. Banyak roket, bom, dan tembakan yang terjadi di sekeliling rumah, seolah kematian selalu menghantui kami setiap saat,” lanjut Mariam.

Semua serangan itu membuat Mariam ketakutan. Setiap hari ia melihat tetangganya meregang nyawa akibat peperangan itu. Setiap hari, ia hanya bisa melihat kepulan asap dan mendengar suara teriakan serta tembakan yang mengerikan.

“Aku sering menangis melihat keadaan kota yang mengerikan ini. Semuanya hancur, banyak mayat berserakan di jalanan,” terang Mariam.

Kendati demikian, situasi mengerikan itu tak membuat Mariam gentar. Ia justru terus berusaha menyelesaikan kuliahnya untuk mewujudkan keinginan beberapa sanak saudaranya yang tewas akibat perang. Dari tenda pengungsian, ia melanjutkan pendidikannya dengan menjadi mahasiswi online di University of People, Amerika Serikat.

Sayangnya, menjalani kuliah secara online bukanlah hal mudah bagi Mariam. Pasalnya, ia hidup di tengah kota tanpa pasokan listrik. Selain itu, berbagai macam bahaya masih saja mengintai setiap saat meski telah diberlakukan gencatan senjata.

“Kami hidup tanpa listrik selama dua tahun. Sebagai gantinya, orang-orang di sini memakai genset yang hanya bisa beroperasi beberapa jam sehari,” imbuh Mariam.

Lebih lanjut, Mariam mengaku setiap hari ia harus mendatangi sebuah toko untuk mengisi baterai ponsel dan laptop tuanya untuk belajar. Selain itu, saat ini ia tengah bersiap-siap pergi ke Damaskus untuk mengikuti ujian, karena jaringan Internet di Aleppo sengaja dimatikan.

“Semua keadaan sulit ini membuatku semakin mengerti arti perjuangan dalam hidup. Aku tak akan menyerah sebelum mencapai cita-citaku,” tegas Mariam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya