SOLOPOS.COM - Ilustrasi pembangkit tenaga listrik tenaga uap (JIBI/Solopos/Antara)

Krisis listrik masih terjadi. Namun Indonesia berencana mengekspor listrik ke Malaysia.

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah berencana mengekspor listrik ke Malaysia mulai 2019 kendati kondisi kelistrikan nasional masih krisis karena marjin cadangan yang tipis.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman mengatakan Indonesia akan mengekspor listrik ke Malaysia Barat dan Malaysia Timur dari dua wilayah. yakni Riau dan Tarakan, Kalimantan Utara.

Sumber listrik di Riau didapatkan dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 2 x 600 megawatt (MW). Pembangkit akan dibangun melalui kerja sama antara PT Bukit Asam (PTBA), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), dan perusahaan asal Malaysia Tenaga Nasional Berhad (TNB).

Dia menjelaskan sebanyak 600 MW produksi listrik dari PLTU tersebut akan diekspor ke Semenanjung Malaysia dan sisanya ditujukan memenuhi kebutuhan listrik Sumatra. Proyek tersebut seharusnya dimulai sejak 2013 dengan jadwal beroperasi secara komersil pada 2019.

“Sekarang lagi diselesaikan studinya, tinggal nanti implementasinya,” katanya seusai pertemuan dengan Menteri Tenaga, Teknologi Hijau, dan Air Malaysia Datuk Seri Panglima Maximus Johnity Ongkili di Jakarta, Jumat (26/6/2015).

Selain di Riau, pemerintah juga berencana membangun PLTU di Tarakan, Kalimantan Utara untuk diekspor ke Sabah. Pembangkit listrik tersebut akan dibangun oleh Sabah Electricity Sdn. Bhd., perusahaan kelistrikan asal Malaysia.
Kondisi kelistrikan di Sabah saat ini memiliki marjin cadangan yang pas-pasan.

Selain itu, kelistrikan negara bagian Malaysia Timur itu ditopang oleh sumber energi gas dan diesel yang lebih mahal dari tenaga batu bara. Dengan adanya kerja sama ekspor listrik dari PLTU di Tarakan ke Malaysia, masyarakat Sabah akan menikmati listrik murah tanpa harus menghirup emisi karbon.

Di sisi lain, keberadaan PLTU besar di Tarakan akan bermanfaat bagi pulau-pulau terluar Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia Timur seperti Pulau Sebatik dan Pulau Nunukan. Kondisi listrik di pulau-pulau tersebut saat ini bergantung pada tenaga diesel, itu pun masih minim sehingga sering byar-pet. PLTU akan membuat pulau-pulau tersebut terang benderang.

Sabah membutuhkan pasokan listrik 300 megawatt dari pembangkit listrik di Tarakan. Dengan begitu, Sabah Elesctricity seharusnya membangun PLTU lebih dari 300 MW agar masyarakat Kalimantan Utara juga bisa ikut memanfaatkan listrik dari pembangkit tersebut.

Jarman melanjutkan harga ekspor listrik belum ditentukan. “Harga ekspor nanti kita bicarakan,” jelasnya.

Indonesia terbagi atas tiga sistem kelistrikan besar yakni Jawa-Bali, Sumatra, dan Indonesia Timur. Dari ketiga sistem tersebut, hanya sitem Jawa-Bali yang memiliki marjin cadangan ideal 41,9% pada Mei 2015, meskipun cadangan tidak merata antara Jawa Bagian Barat, Jawa Bagian Timur, maupun Bali.

Sementara itu, dua sistem lainnya masih defisit. Berdasarkan data PLN per April 2015, sistem kelistrikan Sumatra terdiri dari 49 sistem, sebanyak 24% atau 11 sistem masih defisit. Sistem kelistrikan Indonesia Timur lebih memprihatinkan lagi, tingkat defisit mencapai 31% dari keseluruhan sistem.

Impor Listrik

Di sisi lain, Indonesia juga akan mengimpor listrik dari Malaysia. Impor akan dilakukan dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) berkapasitas 3.000 megawatt yang berlokasi di Kuching, Serawak ke Pontianak, Kalimantan Barat. PLTA dikelola perusahaan Malaysia Serawak Energi Berhad. Impor tahap pertama dilakukan sebesar 50 megawatt.

Impor perlu dilakukan untuk mengganti sumber energi diesel yang kini menyokong listrik Kalimantan Barat. Kebutuhan listrik di Pontianak saat ini mencapai 300 megawatt. Terkait harga listrik, nantinya PLN akan membayar US$0,093 per kWh dari listrik yang diimpor dari Malaysia.

Rencananya, impor dimulai dalam waktu dekat setelah keseluruhan transmisi rampung dibangun. “Bulan-bulan ini jadi transmisinya,” ungkapnya.

Impor listrik dari Malaysia ke Kalimantan Barat seharusnya sudah mulai mengalir sejak tahun lalu. Realisasi impor terganjal pembangunan gardu induk Bengkayang 150 kilovolt (kV) yang molor karena persoalan teknis pembebasan lahan. Keterlambatan tersebut berdampak pada pencairan anggaran yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Ditemui dalam kesempatan yang sama, Menteri ESDM Sudirman Said menambahkan kerja sama ekspor dan impor listrik dengan Malaysia merupakan tindak lanjut dari kesepakatan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Association of Southeast Asian Nation (Asean). Dalam pertemuan itu, negara-negara di Asia Tenggara sepakat untuk bekerja sama untuk membangun sistem kelistrikan Wilayah Asia Tenggara yang terkoneksi.

Dia menjelaskan pertemuan dengan Maximus Johnity Ongkili menghasilkan kesepakatan berupa joint technical committee untuk mempercepat realisasi kerja sama ekspor dan impor listrik kedua negara.
“Beliau [Maximus] datang ke sini untuk mempercepat, kebetulan yang paling mendesak di Sabah karena kekurangan [listrik],” tambahnya.

Sementara itu, Maximus mengharapkan agar kerja sama kelistrikan antara Malaysia dan Indonesia dapat terealisasi secepatnya. Dia menganalogikan kerja sama ini dengan tolong-menolong sebagai negara yang bertetangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya