SOLOPOS.COM - Foto udara Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH) di Dusun Bondan, Desa Ujung Alang, Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (29/9/2021). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.)

Solopos.com, JAKARTA — Sejumlah negara di dunia beberapa waktu terakhir dihadapkan pada situasi krisis energi. Sebut saja Inggris di Eropa hingga China di Asia mengalami krisis energi yang pada akhirnya memicu krisis listrik.

Krisis energi menurut laman wikipedia adalah kekurangan dalam persediaan sumber daya energi ke ekonomi. Krisis ini biasanya menunjuk ke kekurangan minyak bumi, listrik, atau sumber daya alam lainnya. Krisis ini memiliki akibat pada ekonomi, dengan banyak resesi disebabkan oleh krisis energi dalam beberapa bentuk.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Yang terjadi saat ini, tingginya permintaan energi seiring dengan pemulihan ekonomi tapi tak dibarengi dengan ketersediaan pasokan memadai, membuat harga gas alam dan batu bara melonjak. Kedua komoditas itu menjadi bagian dari sumber pembangkit listrik.

Baca juga: Aturan Baru: Anak di Bawah 12 Tahun Boleh Naik Pesawat dan Kereta

Berikut pengaruh krisis energi dunia terhadap kondisi di Indonesia, sepert dilansir Detikcom, Kamis (21/10/2021):

1. Pemerintah Membatasi Ekspor Batu Bara

Menurut Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana, komoditas batu bara sedang naik daun di tengah krisis energi. Berbagai negara berlomba-lomba untuk memenuhi pasokan batu bara demi menghidupkan pembangkit listrik.

“Batu bara yang teman-teman mengerti juga selain banyak tantangannya, godaannya untuk diekspor karena (harganya) makin bagus, banyak negara yang butuh, harganya bagus,” katanya dalam konferensi pers virtual, Kamis (21/10/2021).

Dia menguraikan Indonesia patut bersyukur karena punya cadangan batu bara yang berlimpah. Untuk memastikan sumber daya alam tersebut tidak lari ke luar negeri, pemerintah telah membatasi ekspor dengan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), yaitu kewajiban pengusaha untuk pemenuhan pasokan batu bara dalam negeri.

“Tidak boleh semuanya/seluruhnya diekspor meskipun harga lagi bagus. Tetapi ada kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, yaitu disebut DMO,” sebutnya.

Baca juga: Jangan Terkecoh! Ini Beda Pinjol Ilegal dengan Pinjol Legal

2. Tak Ada Kenaikan Tarif Listrik

Pemerintah menjamin tarif listrik tidak akan naik hingga akhir tahun walaupun dunia sedang gonjang-ganjing krisis energi. “Yang pasti sekarang kondisi listrik lebih dari cukup saat ini, dan kemudian diputuskan sampai akhir tahun juga tidak akan ada kenaikan atau perubahan tarif listrik,” ujar Rida.

Dia juga menjamin sampai akhir tahun pada sektor ketenagalistrikan, dari segi pasokan listrik atau kesiapan kapasitas terinstalnya sudah lebih dari cukup.

3. Pembangkit Batu Bara Mendominasi

Pembangkit listrik tenaga fosil masih mendominasi di Indonesia. Sebanyak 65,64% listrik yang dinikmati masyarakat masih bersumber dari batu bara. “Dari sisi produksi atau bauran energinya batu bara itu mendominasi sampai lebih dari 65% kontribusinya terhadap listrik yang kita nikmati sehari-hari sampai saat ini,” jelas Rida.

Penyumbang terbesar bauran energi nasional selanjutnya masih energi fosil, yaitu gas sebesar 17,9%, serta BBM dan BBN 3,76%. Sedangkan bauran EBT dari air 6,67%, panas bumi 5,61%, biomassa 0,2%, dan energi baru terbarukan lainnya 0,22%. Jadi totalnya adalah 12,7%. Namun jika BBN dimasukkan ke dalam EBT, maka totalnya menjadi 13,54%.

Baca juga: Resmikan Pabrik Biodiesel, Begini Penegasan Jokowi Soal Energi Fosil

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya